Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mati Pun, JP Coen Tetap Kontroversial

Kompas.com - 30/07/2011, 11:27 WIB

HOORN, KOMPAS.com — Baru 42 tahun umurnya ketika ia meninggal. Namun, dalam hidup yang relatif singkat itu, dia mampu jadi tokoh kontroversial. Inilah Jan Pieterszoon Coen, pemimpin VOC yang hidup pada 1587-1629. Ia dijuluki Ijzeren Jan, Jan Besi, karena kebengisannya.

Bahkan, beberapa hari sebelum mengembuskan napasnya yang terakhir, ia masih menyiksa anak asuhnya, Sarah, yang ketahuan main serong dengan seorang pelaut. Sang pelaut dihukum mati.

JP Coen lahir di Hoorn, kota pelabuhan cantik di Belanda Utara, dijuluki kota VOC dan juga kota museum. Kota ini juga sarat monumen. Salah satu monumen penting di Hoorn adalah patung Jan Pieterzoon Coen yang berdiri megah di alun-alun pusat kota. Dilihat dari segi artistik, patung itu indah, tetapi bagi beberapa kalangan, patung JP Coen sangat mengganggu.

Patung itu melambangkan penghormatan terhadap seorang pembantai terbesar dalam sejarah Belanda. Begitu pendapat Eric van de Beek, pemrakarsa Burgerinitiatief atau Prakarsa Warga yang ingin patung itu dipindahkan dari Alun-alun Hoorn ke museum, sebagiamana dilaporkan Radio Nederland, Jumat (29/7/2011).

"Bukankah Mahkamah Internasional ada di Den Haag. Jadi Belanda seharusnya menjadi negeri teladan dalam hal ini", demikian ucap Eric van de Beek, bukan untuk menulis kembali atau mengingkari sejarah.

Binasakan penduduk Banda

Di masa itu, jauh sebelum ada istilah genosida, JP Coen dipandang sebagai tokoh bertangan besi dan tidak ragu mengorbankan nyawa. Inilah yang menjelaskan nama julukannya Ijzeren Jan, Jan Besi. Kekejamannya yang paling besar adalah membinasakan penduduk Banda karena mereka melawan monopoli pala VOC. Mereka tidak mau hanya menjual pala kepada VOC dengan harga murah.

JP Coen, si peletak dasar Batavia, dijuluki Mur Jangkung, kalau melihat patung yang dibuat menurut ukuran sebenarnya, dia tidak jangkung. Ia coba membuat Batavia seperti Hoorn, kota kelahirannya. "JP Coen dibangga-banggakan oleh pemerintah kolonial. Mulai dari zaman VOC sampai dengan masa kolonial Hindia Belanda. Bahkan, gambar JP Coen ada di uang gulden ketika itu", kata Dr Liliek Suratminto, pakar VOC kepada Radio Nederland.

Dia pernah lihat uang itu di Museum Bank Indonesia. Itu mencerminkan penghormatan pemerintah kolonial terhadap JP Coen. "Patung JP Coen di Waterlooplein, sekarang Lapangan Banteng, digusur, ketika Jepang masuk", ujar Suratminto.

Protes patung JP Coen

Di Belanda, patung JP Coen di kota kelahirannya sudah diprotes sejak lama. Protes terhadap monumen atau nama adalah gejala segala zaman, dan terjadi di berbagai tempat. Ambil contoh, tempat yang diberi nama diktator Stallin di bekas Uni Soviet. Stallinlaan, di Amsterdam diubah menjadi Vrijheidslaan, jalan raya kebebasan.

Contoh kontroversi lain adalah monumen Van Heutsz yang terletak di bilangan perumahan mewah di Amsterdam yang berulang kali diprotes. Gubernur Jendral JB Van Heutsz ini bertanggung jawab atas kekejaman di Aceh. Di tahun 60-an monumen ini beberapa kali dirusak.

Walaupun sudah lama diprotes, baru sekarang Pemda Kotapraja Hoorn bersedia mencari kompromi. Pemda menolak memindahkan patung yang diresmikan pada 1893 itu. Tapi pada Radio Nederland, JP Westenberg, pejabat Pemda Bidang Seni Budaya, menjelaskan,  "Mempelajari kembali siapa JP Coen dan apa saja ulahnya di Nusantara kala itu”.

Patung itu akan dilengkapi dengan naskah yang menjelaskan segi-segi positif dan negatif JP Coen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com