Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kematian News of the World

Kompas.com - 14/07/2011, 12:46 WIB

Satu media massa terkenal di dunia tutup beberapa hari lalu. News of The World namanya. Tabloid itu merupakan milik Rupert Murdoch yang dikenal sebagai bos media yang jaringannya sangat besar. Pemicunya, tabloid itu disangka melakukan penyadapan ilegal terhadap telepon beberapa orang atas suruhan eksekutif di media itu. Padahal, rekam jejak media itu bisa disebut mentereng. Kini, usai sudah kiprahnya.

Demikian laporan pewarta warga Adian Saputra di social media Kompasiana. Berikut tulisan lengkapnya...

Kompas edisi Rabu, 13 Juli 2011, dalam Tajuk Rencananya menulis soal edisi terakhir editorial media itu. “Kami menghargai standar tinggi, kami menuntut standar tinggi, tetapi saat ini kami tahu dengan sangat bersedih hati, selama periode beberapa tahun hingga tahun 2006, sejumlah orang yang bekerja untuk kami, atau atas nama kami, jatuh dengan memalukan di bawah standar tersebut. Mudahnya, kami tersesat. Telepon diretas, dan untuk itu, koran ini benar-benar menyesal.”

Beberapa editor dan wartawan bakal menghadapi tuntutan lantaran tindakan ilegal mereka menyadap telepon. Salah satunya ialah Andy Coulson. Ia bakal membuat Perdana Menteri David Cameron kikuk. Sebab, Andy Coulson adalah Kepala Bagian Pers Cameron setelah mundur dari media itu sesaat setelah Cameron menjadi perdana menteri. Coulson sudah mundur pada Januari lalu sat kasus ini meruyak.

Kejadian seperti kasus di atas membuktikan bahwa media bisa saja salah, baik berkenaan dengan tugas jurnalistiknya, maupun di luar itu. Dalam ranah bisnis, misalnya.

Pers di luar negeri bahkan acap membuat edisi yang berisi permintaan maaf karena salah satu artikelnya mengandung kesalahan fatal.

Majalah The New Republic pernah mengalami hal serupa. Ini majalah prestise. Di pesawat kepresidenan Amerika Serikat, Air Force One, pasti ada majalah ini. Oplahnya bukan yang terbesar, tapi seolah menjadi keunggulan bagi mereka yang sudah membacanya.

Stephen Glass, wartawan muda majalah itu, banyak menulis feature dan artikel menarik lainnya. Tidak ada keluhan dari pembaca dan narasumber atas tulisan Glass. Hingga suatu waktu terjadi perubahan editor (setara pemimpin redaksi) di sana. Editor yang baru, Chuck, tak terlalu disenangi jurnalis lain. Tapi Chuck punya determinasi tinggi dan ketat dalam verifikasi.

Suatu waktu wartawan majalah Forbes Digital dimarahi editornya karena tak menulis soal pertemuan para peretas (hacker) seperti yang ditulis Glass di The New Republic. Si wartawan bingung karena sama sekali tak mendengarnya. Usut punya usut, kejadian itu tak pernah ada. Glass berbohong dan menulis artikel hasil karangan. Dua editor, Forbes Digital dan The New Republic, kemudian sama-sama memverifikasi yang ditulis Glass.

Chuck tegas. Glass mesti dikasih sanksi tegas. Tapi, kolega Glass di The New Republic awalnya tak sepakat. Mereka merasa Glass cuma korban. Akhirnya Chuck ambil langkah tegas. Semua tulisan Glass di majalah diverifikasi. Hasilnya mencengangkan, hampir 90 persen tulisan Glass adalah karangan. The New Republic lalu mengeluarkan edisi khusus permohonan maaf kepada pembaca yang selama ini ditipu oleh Glass. Stephen Glass pun dipecat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Terpopuler

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com