Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Murdoch Menyerah, Batal Kuasai BSkyB

Kompas.com - 14/07/2011, 10:25 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Kerajaan media Rupert Murdoch mendapat pukulan ganda, Rabu (13/7/2011). Rencana Murdoch untuk melakukan ekspansi besar bagi kerajaan medianya berantakan ketika 'badai' terkait kasus penyadapan telepon yang dilakukan media miliknya memaksa dia membatalkan pembelian BSkyB, televisi satelit terbesar Inggris. Semula Murdoch menawar BSkyB senilai 10 miliar pounds (atau setara Rp 138 triliun).

Selain itu, Perdana Menteri Inggris, David Cameron, juga melancarkan sebuah penyelidikan menyeluruh terhadap pers Inggris terkait skandal penyadapan tersebut. Murdoch dan jajaran direksi medianya telah dipanggil untuk menghadiri sebuah proses pemeriksaan.

Dua langkah tersebut diambil di tengah kemarahan publik dan politisi terkait tuduhan bahwa para wartawan yang bekerja untuk kelompok media milik Murdoch telah secara ilegal menyadap pesan telepon ribuan orang di Inggris dan menyuap polisi untuk mendapatkan informasi.

Cameron mengecam perusahaan media milik Murdoch, saat ia meluncurkan investigasi tingkat tinggi itu kemarin. Cameron mengatakan, para eksekutif News Corp, payung bagi semua usaha media Murdoch, perlu fokus bukan pada pengambilalihan BSkyB, tetapi pada pemberesan persoalan internal mereka. Karena itu, Cameron menyambut baik pembatalan rencana pembelian BSkyB itu.

"Itu keputusan yang tepat (bagi perusahaan itu), tetapi juga bagi negara ini," kata Cameron. "Sekarang kita harus melanjutkan dengan pekerjaan penyelidikan polisi dan penyelidikan publik yang saya tetapkan hari ini."

Sementara Wakil Ketua News Corp, Chase Carey, saat mengumumkan urungnya perusahaan itu menambah sahamnya yang sudah sebanyak 39,1 persen di BSkyB mengatakan, "Telah menjadi jelas bahwa terlalu sulit untuk membuat kemajuan dalam iklim seperti ini." Menurut The Guardian,  saham News Corp di BSkyB itu terancam hilang jika ditemukan masalah dalam proses "fit and proper test" bagi para pemilik yang sedang dilakukan oleh regulator Ofcom.

Pemimpin oposisi, Ed Miliband, dari Partai Buruh, yang mendorong parlemen untuk menentang pengambilalihan itu,  menyambut baik keputusan News Corp. Ia mengatakan pembatalan itu tidak akan terjadi seandainya anggota parlemen tidak menekan Murdoch. "Keinginan para politisi jelas, keinginan publik (juga) sudah jelas, dan sekarang pemilik media paling kuat Inggris itu telah tunduk pada keinginan tersebut," kata Miliban.

Sementara itu, mantan Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown, yang catatan pribadi keluarga diduga telah diperoleh secara tidak pantas oleh The Sun, media dalam kelompok News International yang merupakan anak usaha News Corp di Inggris, mengatakan sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pers dan hak publik terhadap informasi. Tapi, kata dia, staf News International telah menjadikan kebebasan pers sebagai lisensi untuk melakukan penyimpangan dan kemudian "dengan sinis memanipulasi dukungan kita terhadap kebebasan penting itu sebagai pembenaran bagi mereka dan kemudian tanpa perasaan menggunakan kebabasan pers itu sebagai panji di mana mereka lalu berderap, yang saya bilang, bersama dengan para anggota kriminal dunia bawah tanah."

Ia melanjutkan, "Media yang terkait dengan kriminal ini mengkalim berada di sisi warga negara yang taat hukum tetapi, sebaliknya, (mereka) berdiri berdampingan dengan penjahat yang menyerang warga negara kita. Kriminalitas itu bukan kesalahan beberapa penyamun atau beberapa freelancer, tapi dilakukan sering dalam skala industri - (bahkan) pada tingkat yang terburuk (itu) bergantung pada dunia kriminal  bawah tanah Inggris."

Brown membela diri terhadap pernyataan bahwa masa pemerintahnya melakukan terlalu sedikit upaya untuk membuntikan tuduhan pelanggaran di News International. Ia mengatakan hubungannya dengan perusahaan media itu "tidak nyaman atau tidak menyenangkan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com