Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Najib: Demo Didalangi Anwar

Kompas.com - 11/07/2011, 03:56 WIB

kuala lumpur, minggu - Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, yang juga menjabat ketua partai berkuasa UMNO, menuduh pemimpin oposisi Anwar Ibrahim mendalangi demonstrasi Bersih 2.0, Sabtu lalu. Najib menuduh Anwar menggalang dukungan untuk menjadi perdana menteri.

Dalam kesempatan berbicara di hadapan ribuan pendukungnya di Kuala Lumpur, Minggu (10/7), Najib mengatakan, Anwar memanipulasi para penyelenggara demonstrasi tersebut untuk menggalang dukungan bagi ambisi pribadinya menjadi perdana menteri Malaysia.

”Dia tahu kalau dia tak melakukan apa-apa, kita (koalisi berkuasa Barisan Nasional) akan menang dalam pemilihan umum ke-13. Ini kesempatan terakhir bagi dia. Saat orang tahu ini kesempatan terakhir, mereka akan melakukan apa pun, baik atau buruk,” tandas Najib, yang berencana memajukan pemilu di Malaysia dari pertengahan tahun 2013 menjadi awal tahun 2012.

Satu orang meninggal dunia dan 1.667 orang ditahan polisi dalam demonstrasi Bersih 2.0, Sabtu. Korban meninggal bernama Baharuddin Ahmad (59), sopir taksi yang terjatuh saat berlari menghindari tembakan gas air mata polisi.

Baharuddin adalah mantan tentara yang kemudian menjadi anggota Partai Islam Se-Malaysia (PAS), salah satu partai oposisi. Pemakamannya pada Minggu siang dihadiri sedikitnya 300 orang, termasuk Lim Guan Eng, Sekretaris Jenderal Partai Aksi Demokrasi yang oposisi, dan Perdana Menteri Negara Bagian Penang.

”Saat dia mengikuti demonstrasi damai tersebut, itu (ia lakukan) demi masa depan kita, demi perdamaian, keadilan, kebenaran, demokrasi, dan demi pemilu yang bersih dan adil,” kata Lim kepada pihak keluarga Baharuddin seusai pemakaman.

Demonstrasi Bersih 2.0, yang diikuti sekitar 20.000 orang diprakarsai oleh kelompok-kelompok masyarakat madani dan didukung koalisi tiga partai oposisi yang dipimpin Anwar. Demo terbesar di Malaysia sejak tahun 2007 tersebut digelar untuk menuntut reformasi sistem pemilu yang lebih transparan dan adil.

Massa antara lain menuntut pemerintah menghentikan praktik pembelian suara, memberi kesempatan yang sama bagi semua partai politik untuk akses ke media-media pemerintah, dan menerapkan penggunaan tinta penanda untuk menghindari orang mencoblos lebih dari satu kali.

Para demonstran mengaku berpawai secara damai dari berbagai penjuru Kuala Lumpur menuju Stadion Merdeka saat polisi mencegat mereka serta menembakkan gas air mata dan meriam air berisi larutan kimia. Polisi kemudian menyerang dan langsung menangkapi ratusan demonstran.

Para saksi mata dan pengamat politik di Malaysia membenarkan, para demonstran tidak membuat kerusuhan, seperti melempari polisi dengan batu, menjarah pertokoan, atau memecahkan kaca-kaca jendela.

Ketakutan pemerintah

Anwar Ibrahim mengatakan, tindakan polisi itu menggambarkan kenekatan dan kebrutalan yang direstui PM Najib Razak. ”Jelas bahwa pemerintah ketakutan. Rakyat tidak takut ditangkap (polisi),” tandas Anwar.

Senada dengan Anwar, pengamat politik Khoo Kay Peng menggambarkan tindakan polisi membubarkan demonstrasi itu terlalu berlebihan dan menunjukkan pemerintah terintimidasi. ”Sangat jelas pemerintah terintimidasi dengan pengumpulan massa ini. Mereka tak ingin pihak oposisi mendapat momentum dari aksi protes ini,” ujar Khoo.

Polisi akhirnya membebaskan semua tahanan, termasuk pemimpin gerakan Bersih Ambiga Sreenivasan dan Maria Chin Abdullah, Presiden PAS Abdul Hadi Awang, serta anak perempuan Anwar Ibrahim, Nurul Iman, sebelum Sabtu tengah malam, dan kemudian membuka barikade jalan di Kuala Lumpur. Memasuki hari Minggu, kondisi di ibu kota federal Malaysia itu dilaporkan sudah berangsur-angsur normal.

Meski demikian, dampak demonstrasi tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut dan bisa merugikan pemerintahan Najib. ”Kekhawatiran yang lebih besar adalah bertambahnya risiko politik, yang akan memicu investor untuk bersikap ekstra hati-hati,” tutur Yeah Kim Leng, ekonom kepala di lembaga konsultan RAM Holdings.

James Chin, profesor ilmu politik dari Monash University, mengatakan, tindakan keras aparat tersebut akan merugikan Najib dalam pemilu mendatang.

(AFP/AP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com