PM baru itu berupaya melaksanakan janji kampanye, antara lain menaikkan upah minimum hingga 40 persen serta pemangkasan pajak perusahaan.
”Kami akan melakukan langkah yang dapat dilakukan segera setelah berkuasa,” kata Yingluck di Bangkok, Kamis (7/7).
Selain menaikkan gaji, Yingluck juga berjanji memangkas harga bahan bakar minyak dengan menggunakan pajak untuk memberikan subsidi. Hal ini dapat berbahaya jika pemerintah tidak dapat menopang harga minyak yang melambung.
Dalam satu dekade terakhir, upah minimum di Thailand selalu tergerus inflasi sehingga terciptalah jurang yang dalam antara orang kaya dan miskin.
Upah minimum di Thailand bervariasi. Di Phayao sebesar 159 baht atau Rp 44.000 per hari, di Bangkok 215 baht atau Rp 60.000, dan di Phuket 221 baht atau Rp 62.000. Secara nasional, upah minimum ini akan dinaikkan menjadi 300 baht atau Rp 84.000 per hari.
Sebagai kompensasi atas kenaikan upah ini, Yingluck telah berjanji akan memangkas pajak perusahaan menjadi 23 persen tahun ini dan 20 persen tahun depan. Saat ini pajak perusahaan sebesar 30 persen. Sebuah survei menyebutkan, kenaikan gaji itu akan membuat 6,7 persen
”Saat ini sekitar 70 persen perusahaan telah membayar pegawainya lebih dari 300 baht per hari,” ujar Yingluck.
Kritik mengatakan, pemilik usaha di kawasan pedesaan dengan infrastruktur yang buruk akan tetap dipaksa membayar upah yang sama dengan usaha yang ada di dekat Bangkok.
Bank Sentral Thailand khawatir inflasi semakin tinggi. Para pebisnis khawatir kenaikan harga karena kenaikan gaji akan terjadi jika pemerintah yang baru benar-benar menaikkan upah minimum seperti yang dijanjikan.
Secara teori, miliaran dollar AS yang disuntikkan ke perekonomian pedesaan Thailand akan menstimulasi konsumsi sehingga menciptakan dampak berlapis.
Di bawah Thaksin, uang digelontorkan ke pedesaan melalui moratorium utang untuk para petani dan kredit murah. Tindakan ini memang berpengaruh terhadap perekonomian secara keseluruhan, menciptakan booming konsumsi rumah tangga. Kebijakan seperti ini dikenal dengan nama Thaksinomik.
Pertumbuhan domestik bruto rata-rata mencapai 5,7 persen per tahun antara 2002 dan 2006 meski ketika itu harga minyak sedang tinggi, terjadi perang Irak, dan merebaknya virus SARS. Pertumbuhan Thailand hanya sebesar 2,2 persen pada 2001 setelah terjadi krisis pada 1990-an.(Reuters/Bangkok Post/joe)