Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapabilitas Yingluck Diragukan

Kompas.com - 07/07/2011, 03:09 WIB

Yingluck hampir pasti bakal melenggang menduduki kursi Perdana Menteri Thailand. Apalagi jika kesepakatan koalisi Pheu Thai dengan empat partai politik lainnya terwujud, dukungan terhadap dirinya di parlemen menjadi sangat kuat (299 kursi).

Namun begitu, masih banyak yang meragukan kredibilitasnya, termasuk analis Fakultas Politik Universitas Chulalongkorn, Surat Horachaikul, saat ditemui Kompas di kampusnya. Menurut dia, keraguan terutama lantaran Yingluck tidak bisa dipisahkan dari nama dan kehadiran kakak kandung tertuanya, Thaksin.

”Dalam kampanyenya, baik Pheu Thai maupun Yingluck, sama-sama menyerukan slogan ’Apa yang dipikirkan Thaksin, Pheu Thai lakukan’. Hal itu sama saja dia menyatakan tidak bisa lepas dari sosok Thaksin. Bagaimana dia bisa jadi PM yang baik jika cara berpikirnya seperti itu? Apa itu artinya dia mau telepon kakaknya setiap kali akan membuat kebijakan? Jujur, saya melihatnya sangat tidak berpengalaman karena baru enam pekan terakhir dia terjun ke parpol,” ujar Surat.

Belum lagi soal masih kuatnya keraguan apakah jika Yingluck memerintah ia akan lebih memprioritaskan rakyatnya dan perbaikan Thailand ke depan ketimbang mendahulukan upaya amnesti, yang ujung-ujungnya menguntungkan kakak kandungnya sendiri?

Garis kebijakan Pheu Thai dan Yingluck, yang disampaikan sejak masa kampanye lalu, memang bertujuan memuluskan jalan Thaksin untuk kembali ke tanah airnya dan lolos dari jerat hukum yang selama ini memaksanya mengasingkan diri.

”Kalau dia cuma ingin memprioritaskan amnesti atas kejahatan kriminal sejumlah pihak, termasuk Thaksin, hal itu bakal menjadi sebuah kemunduran besar bagi Thailand. Amnesti, seperti terjadi di Afrika Selatan dalam konteks Apartheid, bukan untuk kasus kriminal,” ujarnya.

Menurut Surat, bagaimana mungkin amnesti diberikan bagi satu pelaku tindak kriminal hanya lantaran dia memiliki akses kekuasaan, sementara di penjara banyak pelaku kriminal lain, yang tidak diperlakukan sama lantaran mereka tidak memiliki akses terhadap kekuasaan?

Lebih lanjut, Surat juga mengkritik sejumlah parpol, yang diajak berkoalisi Pheu Thai, sebagai partai-partai yang sama sekali tak peduli dengan nasib rakyat, tetapi hanya ingin mencari kursi dalam pemerintahan.

Dalam dialog interaktif di satu stasiun televisi yang menampilkan Yingluck dan salah seorang tokoh senior ketua parpol yang diajaknya berkoalisi, kata Surat, sang politisi senior bahkan sampai memohon agar Yingluck memberinya kesempatan duduk dalam kabinet.

Tentang kemungkinan militer kembali melakukan kudeta seperti saat menggulingkan Thaksin tahun 2006, Surat menilai hal itu sepenuhnya tergantung dari Yingluck dan kebijakan yang akan dihasilkan pemerintahannya di masa mendatang.

Menurut Surat, masyarakat tidak dapat begitu saja menunjuk militer sebagai pihak yang jahat lantaran mengudeta Thaksin di masa lalu. Masyarakat juga menurutnya harus ingat kondisi yang melatari langkah drastis oleh militer di kala itu.

Kudeta terjadi, menurut Surat, lantaran di masa itu kekuasaan Thaksin sudah teramat korup, sementara proses demokrasi tak berjalan di Thailand. Bahkan, kudeta ketika itu pun didukung rakyat Thailand sehingga dapat berlangsung damai.

”Rakyat Thailand melihat tentara hadir untuk memperbaiki keadaan. Mereka mau memastikan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh eksekutif,” kata Surat. (DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com