KOMPAS.com - Andai ada titik temu soal demokrasi di Suriah, Damaskus bakal menjadi pembawa harapan. Pasalnya, di ibu kota Suriah itulah, kelompok oposisi menggelar konferensi terkait demokrasi tersebut.
Sebagaimana warta AP dan AFP pada Senin (27/6/2011), konferensi yang dihadiri oleh para intelektual dan tokoh oposisi Suriah ini merupakan pertemuan resmi pertama sejak maraknya unjuk rasa anti pemerintah sekitar tiga bulan lalu.
Para peserta pertemuan mengatakan tidak menerima ancaman sehubungan dengan rencana tersebut. Mereka juga menegaskan tidak akan memberi konsesi kepada pemerintah dan menginginkan berakhirnya kekerasan dan pembunuhan atas para pengunjuk rasa.
Pemerintah Suriah menggunakan kekuatan militer dalam upayanya untuk menghentikan unjuk rasa. Kendati begitu, hingga saat ini para pengunjuk rasa masih belum mundur dari aksinya.
Sementara itu pemerintah berupaya mencari jalan tengah dalam mengatasi kerusuhan yang sudah berlangsung selama tiga bulan belakangan sambil mengulur-ulur waktu.
Kemudian, seorang lawan politik Presiden Bashar al-Assad, Aref Dalila dari kelompok Alawite, menegaskan bahwa pemerintah Suriah tidak akan bisa memanfaatkan konferensi ini untuk kepentingannya.
Aref Dalila -yang dihukum penjara selama hampir delapan tahun karena mengkritik korupsi di kalangan pejabat pemerintah- menambahkan pertemuan akan menolak kebijakan pemerintah dan tidak akan mundur dari tuntutan kebebasan dan demokrasi.
Bagaimanapun muncul sejumlah pertanyaan sehubungan dengan pertemuan tersebut. Editor stasiun Barada TV yang mendukung oposisi , Malik al-Abdeh, mengatakan konferensi lebih sebagai pertemuan konsultasi. "Itu bukan konferensi oposisi seperti yang digambarkan orang. Pada intinya merupakan pertemuan konsultasi, dan begitulah yang disebutkan oleh orang-orang yang mengorganisasikannya," katanya.