Kairo, Kompas
Rasa saling benci di antara kaum Sunni dan Alawite, yang mendominasi pemerintahan, makin dalam. Kini muncul aksi saling tuding tentang siapa yang bertanggung jawab atas aksi kekerasan di negara itu.
Keadaan kacau masih berlanjut di negara ini. Stasiun televisi pemerintah Suriah, Minggu (12/6), memberitakan, aparat telah menguasai penuh distrik Jisr al-Shughour, Provinsi Idlib, Suriah barat daya, yang ditinggalkan penduduknya.
Diungkapkan pula, di sana ditemukan kuburan massal, makam warga dan aparat keamanan pembelot yang dibunuh geng bersenjata pekan lalu.
Satuan militer terus memburu anggota geng bersenjata yang lari ke perbukitan sekitar distrik Jisr al-Shughour. Namun, oposisi mengatakan, yang diburu itu bukan geng bersenjata, melainkan aparat yang membelot karena menolak membunuhi warga yang harus dilindungi.
Seorang perwira tinggi Suriah, Mayjen Riyadh Haddad, kepada stasiun televisi BBC Arab mengungkapkan, operasi militer terus memburu anggota geng bersenjata. Menurut dia, sebagian besar anggota geng bersenjata itu lari ke Turki dan sebagian lagi bersembunyi di sekitar Jisr al-Shughour.
Seorang pengungsi Suriah yang lari ke Turki kepada stasiun televisi Turki, NTV, menuturkan, ketika terjadi pembantaian di Jisr al-Shughour, satuan militer terpecah dan aparat militer baku tembak.
Seorang pekerja bangunan Suriah, Mustafa (39), yang mengungsi ke Turki, mengatakan, aparat militer menggempur distrik Jisr al-Shughour dengan tank-tank. Ia membantah di Jisr al-Shughour ada geng bersenjata.
Seorang diplomat Barat yang tak mau menyebutkan namanya kepada kantor berita Reuters juga membantah versi resmi pemerintah. Menurut dia, sebagian besar penduduk Jisr al-Shughour mengungsi ketika melihat langsung aparat pemerintah melakukan aksi bumi hangus menggempur Jisr al-Shughour dengan artileri dan tank.