Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nepal, Bhutan, Tibet di Mata Nanny

Kompas.com - 02/06/2011, 20:47 WIB

Menembusi awan, satu persatu puncak-puncak Gunung Makalu, Ghauri Shankar, Melungtse, Chugimago, Karyolung, Cho-oyu, dan Gyachungkang kami lalui, sambil menanti puncak  dari penerbangan ini dengan berdebar-debar, melihat puncak Gunung Everest....

 

KOMPAS.com - Itulah sepenggal kalimat yang ditulis Nanny Budiman dalam bukunya, "Jelajah 3 Negara Eksotis: Nepal, Bhutan, Tibet" yang diluncurkan di Toko Buku Kinokuniya, Sogo, Plasa Senayan, Selasa (31/5/2011).

Bagi Nanny, perjalanan menuju Nepal, Bhutan, Tibet merupakan perjalanan yang paling eksotis. "Bagaimana tidak eksotis, tiga destinasi yang dikenal sangat tertutup itu nyatanya menyimpan kekayaan wisata yang luar biasa besar, misterius, tertutup, budaya dan makanannya unik," katanya.

Wajarlah, saat menjejakkan kaki di Nepal, Nanny sangat penasaran dengan Gunung Everest. Tak heran kalau dirinya bela-belain bagaimana caranya melihat puncak Everest tanpa bersusah payah mendaki gunung tersebut. "Ndak mungkin kan saya mendaki Everest," katanya.

Jawabannya adalah menggunakan pesawat terbang. "Kami memilih jalan pintas yakni mengeluarkan uang 166 dollar AS untuk satu jam penerbangan menggunakan Buddha Air. Memang mahal, tapi asyik...," katanya.

Maka terbanglah Nanny dengan pesawat yang mampu mengangkut 30 penumpang itu menuju puncak Everest. Dalam bukunya, Nanny menulis, pesawat terbang di atas ketinggian 7.600 meter ketimbang pesawat lain yang hanya dapat terbang di ketinggian 4.000 meter.

"Akhirnya yang dinantikan tiba, kapten pesawat mengumumkan kami telah berada di atas puncak gunung tertinggi di dunia. Rasanya jantung kami berhenti berdetak melihat pemandangan yang spektakuler ini selama beberapa menit. Diapit oleh dua puncak lainnya yaitu Nuptse dan Lhotse, puncak gunung Everest yang berbalut salju ini tampak angkuh... tegar, namun sekaligus misterius. Sungguh menakjubkan," tulis Nanny dalam bukunya.

Nanny tak sendiri menikmati pemandangan menakjubkan di Nepal, Tibet dan Bhutan. Dia pergi ke sana bersama temannya, Hermandari, Julie dan Marcella.

Berbagai kejadian unik dan menarik dialami Nanny dan temannya di masing-masing destinasi wisata yang eksotis tersebut. Mengingat kejadian itu, Nanny hanya bisa tertawa geli. Misalnya, lanjut Nanny, saat mereka berada di Kota Paro, Bhutan. Ketika melewati pemukiman penduduk di kota Paro, tampak sekilas beberapa lukisan pada dinding-dindingnya yang putih. Lukisan ini membuat mereka penasaran. "Saya pikir itu hanya semacam grafiti, namun ketika mendekati tembok itu terlihat lukisannya agak janggal," kata Nanny.

Mantan pramugari Cathay Pacific ini melanjutkan, mulanya sungkan juga menanyakan kepada Sonam (pemandu wisata). Namun rasa penasaran akhirnya tak dapat menahan mereka untuk menanyakan hal itu. Sonam pun akhirnya menjawab bahwa lukisan-lukisan di dinding itu menggambarkan... alat kelamin pria! "Ukurannya raksasa dalam ragam bentuk dan warna-warna cerah yang dibuat dengan desain kreatif," ujar Nanny sambil tertawa.

"Tak ada tangan-tangan jahil yang merusak lukisan-lukisan tembok itu. Rupanya di Bhutan alat kelamin pria dianggap sebagai penangkal bala dan dipercaya dapat mengusir roh-roh jahat dan malapetaka. Luar biasa...," tulis Nanny.

Di Bhutan pula, Nanny menemukan istana di bibir tebing, namanya Tiger's Nest (liang harimau). Dikenal juga sebagai Taktsang, sebuah biara yang dibangun di atas bukit batu setinggi 1.200 meter.

Menurut legenda setempat, biara ini semula berbentuk goa, tempat guru Padmasambhava (Rinpoche) mendarat. Dia terbang dari Tibet ke goa Taktsang pada tahun 747 dengan menunggang harimaunya, kemudian semedi selama 3 bulan di sana dan berhasil menaklukkan roh-roh jahat di kawasan ini. Harimau merupakan salah satu binatang yang dianggap bertuah oleh penduduk Bhutan selain naga, burung garuda dan singa salju.

Bagi Nanny, Hermandari, Julie dan Marcella, perjalanan ke Tibet yang disebut sebagai "Negeri Atap Dunia" adalah perjalanan tersulit. "Kondisi alamnya jelek, jalan berlumpur," katanya. Apalagi, lanjut Nanny, saat mereka ke Tibet  di bulan Mei, dimana saat itu salju sedang turun. "Di Tibet lah kita menemukan cuaca yang sangat ekstrem, ya dingin, panas ditambah gurun pasir yang luas," katanya.

Kondisi jalan berlumpur ini dialami mereka karena melakukan perjalanan darat dari Kathmandu, Nepal agar dapat menjelajahi tidak hanya Lhasa, tapi juga kota-kota lain di negeri ini. "Bertahun-tahun saya memimpikan dapat melihat Potala Palace (Istana Potala) dengan mata kepala sendiri. Bangunan yang disebut juga sebagai The Shangri La (surga dunia). Ini merupakan sebagai salah satu tujuh keajaiban dunia dan dianggap sakral oleh umat Buddha.

Tibet yang hingga tahun 1985 tertutup bagi dunia luar, mempunyai nama resmi dalam bahasa Mandarin Xizang Zizhiqu, sedangkan nama internasionalnya adalah Tibet Autonomous Region (TAR) yang secara singkat biasa disebut Tibet. Kata "Tibet" berasal dari bahasa Sanskerta, Trivistapa yang berarti "surga" walau orang Tibet sendiri menyebut negaranya, "Bod".

Menurut Nani, perjalanan ke Tibet dapat dilakukan melalui tiga cara. Pertama, paling mudah dengan pesawat ke Lhasa melalui beberapa kota di China  yaitu Chengdu, Beijing, Xian, Guangchou atau melalui Kathmandu dengan China Airlines atau South China Airlines.

Kedua,  dengan kereta api Qinghai-Tibet Railway yang jarak tempuhnya ke Lhasa berbeda-beda berdasarkan kota tempat perjalanan dimulai. Namun yang terdekat adalah dari Chengdu yang memakan waktu sekitar 46 jam.

Ketiga, dengan kendaraan 4 wheel-drive dari Kathmandu ke Lhasa melalui Friendship Highway yang memakan waktu beberapa hari dengan menginap di kota-kota yang dilalui. "Yang terakhir inilah opsi yang kami pilih karena konon sangat terkesan dan tidak terlupakan. Dan ternyata memang terbukti," kata Nanny yang sudah menjelajahi 59 negara ini.

Memang, diakui Nanny, berkunjung ke Tibet tanpa melihat dengan kepala sendiri Istana Potala bisa dibilang belum ke Tibet. Pukul 09.00 kami sudah langsung antre untuk memasuki bangunan suci yang oleh UNESCO dianggap sebagai Warisan Budaya Dunia. Bangunan istana ini bertingkat 13 dengan lebar 350 meter. Disini terdapat 1.000 kamar, 10.000 ruang pemujaan dan kira-kira 200 ribu patung.

"Menatap ke atas bangunan istana yang menjulang tinggi ini benar-benar membuat kita merasa kecil, seolah-olah tak berdaya di kaki sebuah raksasa," tulis Nanny.

Istana Potala setiap hari dikunjungi antara 1.500 hingga 6.000 pengunjung. Untuk para peziarah agama Buddha diberikan akses gratis ke istana ini pada hari Senin, Rabu dan Jumat.

Nanny melanjutkan, Istana Putih merupakan bangunan tempat tinggal Dalai Lama. Seluruh dekorasi di istana ini merupakan mahakarya seni Tibet, karena sangat halus dan indah sekali. Seluruh dinding, pilar, pintu dan langit-langit ditutupi dengan lukisan, ukiran dan kain-kain sutra yang sangat elok. Hampir semua koleksi patung dan lukisan dindingnya betul-betul membuat pengunjung terpana. Di dalam istana ini terdapat kamar singgasana, ruang tamu, kamar kerja, kamar meditasi dan kamar tidur.

"Sayang, Shangri La kini sudah komersial, penuh toko, tempat karaoke, massage," kata Nanny sedih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com