KOMPAS.com - Nasib wartawan relatif masih buruk. Paling tidak, ancaman kematian masih selalu menghantui lantaran tulisan atau reportase yang dibuat wartawan bersangkutan.
Catatan AP dan AFP pada Rabu (1/6/2011) mengutip laporan terbaru Committee to Protect Journalists (CPJ). Komite itu menyebutkan 251 wartawan dibunuh di 13 negara. Ironisnya, pelaku terbebas dari hukuman. Sejatinya, laporan itu mau menunjukkan kebebasan pers di sejumlah negara masih terancam.
Sementara itu, kebanyakan kasus dilakukan oleh pribadi atau pihak yang merasa terancam atas pemberitaan yang ditulis wartawan. "Target pembunuhan wartawan ini sebagai pesan bagi wartawan lainnya untuk diam, menjamin kalau isu yang sensitif tidak akan diangkat," kata Eksekutif Direktur CPJ Joel Simon.
"Banyak wartawan yang mendapatkan ancaman terlebih dahulu sebelum akhirnya dibunuh dan tidak mendapatkan perlindungan. Pemerintah semestinya bisa menyampaikan kampanye antikekerasan terhadap pers atau kasus pembunuhan terus berlangsung dan sensor pribadi terus menyebar." imbuhnya.
Lembaga yang berbasis di New York ini mengeluarkan laporan sehari setelah jasad wartawan investigasi Pakistan Saleem Shahzad ditemukan. Shahzad adalah seorang wartawan yang tengah menulis soal penyusupan al-Qaeda di angkatan laut Pakistan.
CPJ, lebih lanjut melaporkan, mayoritas kasus pembunuhan ini tidak terungkap akibat korupsi dan disfungsi penegakan hukum. Makanya, masuk akal kalau para pelaku tidak dihukum.
Tiga negara
Dalam laporannya, CPJ memasukan Irak, Filipina, dan Sri Lanka sebagai negara yang paling tidak bersahabat bagi wartawan.
Di Rusia, tercatat ada perbaikan kondisi kebebasan pers. Soalnya, pada 2010 tidak ada wartawan yang dibunuh dan otoritas setempat juga berhasil memenangkan dua kasus pembunuhan wartawan lainnya.
Berikut ini, 13 negara yang masuk dalam kategori tidak bersahabat bagi wartawan itu adalah :
6. Afghanistan, (7), termasuk wartawan BBC Abdul Samad Rohani, yang melaporkan berita jaringan pengedar narkoba dengan pejabat pemerintahan.