Blokade itu diperketat setahun kemudian ketika Hamas merebut kekuasaan Gaza, mengalahkan pasukan yang setia kepada Pemerintah Otonomi Palestina yang didukung Barat.
Perlintasan Rafah sebagian besar ditutup pada Juni 2006 hingga Juni 2010, ketika Mesir membukanya segera sesudah serangan Israel terhadap armada enam kapal bantuan yang berupaya mencapai Gaza, yang menewaskan sembilan aktivis Turki. Perselisihan diplomatis karena operasi itu telah memaksa Israel untuk melonggarkan embargo terhadap Gaza meskipun embargo itu masih diberlakukan.
Mesir telah secara aktif membantu blokade Israel, yang sering mendatangkan kecaman keras regional karena Mesir terus menutup perbatasan dan membangun tembok di bawah tanah dalam upaya mengekang penyelundupan, yang mereka anggap sebagai risiko keamanan.
Namun, awal tahun ini, protes rakyat di Mesir telah menyebabkan tergulingnya Presiden Hosni Mubarak, dengan rezim baru militer ingin meninjau kembali kebijakannya terhadap Gaza.
Meski rezim Mubarak telah melonggarkan cengkeramannya terhadap perlintasan itu pada Juni 2010, Rafah tetap dikontrol dengan ketat dan hanya orang dengan visa atau paspor asing dapat melintas, di samping mereka yang memmbutuhkan perhatian medis, kata Gisha.
Jumlah yang diberikan oleh LSM itu menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir, rata-rata 19.000 orang sebulan telah menggunakan perlintasan itu—hanya 47 persen dari jumlah orang yang menggunakannya pada separuh pertama 2006.