Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Israel Memilih Jalur Konfrontasi

Kompas.com - 27/05/2011, 03:48 WIB

NUSA DUA, KOMPAS - Otoritas Palestina menolak tuntutan Israel agar rekonsiliasi dengan Hamas dibatalkan. Perdamaian Faksi Hamas dan Fatah penting untuk mengakhiri perpecahan di Palestina dan menjadi bagian penting dari proses perdamaian di Timur Tengah.

Demikian ditegaskan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Malki dalam jumpa pers di sela-sela Konferensi Tingkat Menteri XVI Gerakan Nonblok (GNB) di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Kamis (26/5). Menurut Malki, banyak hal tidak dipahami Israel tentang rekonsiliasi Palestina ini.

Menurut Malki, dalam proses rekonsiliasi nasional Palestina, yang disponsori Mesir, pihak Hamas dan Fatah sepakat membentuk pemerintahan independen, yang berisi para teknokrat Palestina. ”Jadi, pemerintah akan dibentuk orang-orang di luar Hamas ataupun Fatah. Hamas tidak akan menjadi bagian dari pemerintahan Palestina, demikian juga Fatah,” tuturnya.

Pemerintahan baru itu akan meneruskan kebijakan Presiden Mahmoud Abbas, termasuk dalam soal proses perdamaian. ”Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Malki.

Dalam pidato di hadapan Kongres AS, Selasa lalu, PM Israel Benjamin Netanyahu mengatakan tak bersedia berunding dengan Hamas, yang dia anggap sebagai organisasi teroris yang berniat menghancurkan Israel. ”Perdamaian hanya bisa dirundingkan dengan mitra yang punya komitmen terhadap perdamaian, dan Hamas bukan mitra untuk perdamaian,” ujar Netanyahu waktu itu.

Malki sendiri menanggapi pidato Netanyahu tersebut sebagai sinyal bahwa Israel telah menutup pintu bagi proses perundingan damai. Dalam pidato tersebut, Netanyahu jelas-jelas menyatakan tidak terhadap usulan kembali ke perbatasan pra-1967, pengembalian Jerusalem Timur kepada Palestina dan penempatan pengungsi Palestina.

Padahal, tiga hal tersebut menjadi syarat perdamaian utama yang dituntut Palestina.

Israel sampai saat ini juga belum membebaskan lebih dari 6.000 tahanan politik Palestina. Sebagian dari tahanan itu, kata Malki, belum dibebaskan meski masa hukumannya telah selesai. ”Israel menutup semua pintu untuk perundingan. Israel memilih untuk berkonfrontasi dengan Palestina,” tutur Malki.

Tetap maju ke PBB

Buntunya proses perdamaian itu yang mendorong Palestina bertekad tetap maju meminta pengakuan kedaulatan di Sidang Majelis Umum PBB, September, dalam bentuk penerimaan secara resmi sebagai anggota PBB.

”Kami tidak akan mendeklarasikan kemerdekaan lagi, itu sudah kami lakukan pada 1988. September nanti kami mengajukan permohonan untuk diterima secara resmi sebagai anggota PBB,” tutur Malki.

Saat ini sudah ada 113 negara yang mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina. Untuk diterima sebagai anggota PBB, Palestina harus didukung dua pertiga anggota Majelis Umum PBB. ”Dengan jumlah anggota Majelis Umum PBB yang sekarang, kami butuh persetujuan 129 negara. Namun, jika Sudan Selatan diterima menjadi anggota pada Juli, kami butuh dukungan 130 negara,” kata Malki.

Palestina mengharapkan dukungan dari GNB. Dari total 120 anggota GNB saat ini, masih ada 29 negara yang belum mengakui Palestina. Jika seluruh GNB mendukung Palestina, hanya tinggal membutuhkan 9-10 suara tambahan untuk lolos dari Majelis Umum PBB.

”Sebenarnya kami ingin mengajukan permohonan (keanggotaan PBB) ini setelah semua proses perdamaian dengan Israel tuntas. Namun, karena Israel telah menutup pintu perundingan, kami maju sendiri,” ujar Malki.

Sebelum permohonan ini dibawa ke forum Sidang Majelis Umum PBB, harus ada rekomendasi Dewan Keamanan PBB. Di sini lah kemungkinan langkah Palestina terganjal. AS dengan tegas menentang keinginan Palestina mencari pengakuan kedaulatan ini.

Mengenai kemungkinan veto AS, Malki mengaku terus menjalin komunikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan Pemerintah AS untuk menjelaskan tujuan Palestina yang sesungguhnya. (DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com