Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Wajah Revolusi

Kompas.com - 20/05/2011, 03:17 WIB

Trias Kuncahyono

Akankah perlawanan rakyat, kelompok oposisi Libya—dengan bantuan NATO—berhasil menumbangkan Pemimpin Libya Moammar Khadafy? Apakah kisah sukses rakyat Tunisia dan Mesir akan berulang di Libya?

Libya memang menampilkan wajah lain dalam musim revolusi yang bermekaran di dunia Arab. Demonstrasi rakyat, yang di Mesir menumbangkan Presiden Hosni Mubarak dan di Tunisia mampu menyingkirkan Presiden Zine Abidin Ben Ali, di Libya berubah menjadi perang saudara.

Yang terjadi di negara-negara itu, mengutip istilah Jack A Goldstone dalam Understanding the Revolutions of 2011 (Foreign Affairs, Mei/Juni 2011), sebagai perlawanan terhadap diktator ”sultanistik.” Rezim-rezim seperti itu, meskipun tampaknya tidak mungkin digoyang, sebenarnya mereka mudah diserang karena pegangan mereka untuk tetap berkuasa rapuh, tidak lentur.

Khusus untuk tiga negara—Tunisia, Mesir, dan Libya—Lisa Anderson dalam artikelnya, Demystifying the Arab Spring (Foreign Affairs, Mei/Juni 2001), menulis pola dan demografis protes sangat beragam. Demonstrasi di Tunisia bermula dari wilayah pedesaan yang dilalaikan, merambah ke ibu kota. Dan, berhasil!

Gerakan perlawanan di Tunisia bersifat spontan dan kurang terorganisasi meski belakangan mendapat dukungan kaum profesional. Padahal, Tunisia dikenal sebagai negara dengan kelompok kelas menengah dan terdidik yang terbanyak di Timur Tengah serta serikat buruh yang paling teroganisasi.

Hanya saja, di balik kemajuan-kemajuan itu, pemerintahan Ben Ali sangat membatasi kebebasan berekspresi dan berpolitik. Kekuasaan Ben Ali juga dimanfaatkan keluarganya untuk secara rakus korupsi. Wikileaks melaporkan, pada tahun 2006 lebih dari separuh elite bisnis di Tunisia memiliki hubungan pribadi dengan Ben Ali, lewat tiga anaknya, tujuh saudara kandung, serta 10 saudara dan saudari istri keduanya.

Mesir lain lagi. Gerakan perlawanan terhadap pemerintah dilakukan oleh kaum muda perkotaan di kota-kota besar. Aksi mereka didorong oleh semakin tidak efektifnya pemerintahan Hosni Mubarak. Pemerintah juga dinilai semakin tidak mampu memberikan layanan-layanan dasar serta semakin meluasnya pengangguran dan kemiskinan. Di sisi lain, para elite bisnis yang berhubungan dengan putra Mubarak, Gamal, menikmati kemewahan dan keistimewaan.

Kalau di Tunisia, tentara tidak memainkan peran signifikan dalam revolusi, di Mesir mereka berperan serta sebagai upaya untuk tetap mempertahankan kekuasan. Sementara itu, di Libya, kelompok-kelompok bersenjata di provinsi-provinsi wilayah selatan yang mula pertama mengobarkan perlawanan telah mengorek lagi persoalan lama, perpecahan regional dan suku yang menjadi bahaya laten negeri itu.

Pembangunan ”negara-bangsa” Libya sebenarnya tidak pernah tuntas karena kuatnya persaingan antarsuku. Masyarakat Libya terpecah belah, dan setiap institusi nasional, termasuk militer, dikotak-kotak atas dasar persaudaraan dan wilayah. Lagipula, Libya tidak memiliki sistem aliansi politik, jaringan asosiasi ekonomi, atau organisasi-organisasi nasional apa pun lainnya. Hanya karena kekuasaan kuat, dogmatisme Khadafy saja yang telah ”menggabungkan” mereka. Atas nama ”revolusi”, Khadafy bertindak sesuai maunya.

Karena itu, keutuhan Libya sangat rentan pecah. Dan, sekarang ini terjadi. Khadafy kini harus membayar apa yang telah ia lakukan selama berkuasa. Bukan tidak mungkin nasibnya akan lebih buruk dibandingkan dengan Ben Ali dan Mubarak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com