Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Remehkan Orang Tua...

Kompas.com - 15/05/2011, 04:21 WIB

Yulia Sapthiani

Tineke, nenek berusia 81 tahun, terengah-engah setelah berlari sekitar 50 meter saat pemanasan. Meski demikian, dengan napas yang tersengal, nenek 10 cucu ini bersemangat saat diajak bicara soal target. ”Saya harus bisa lari 100 meter dalam waktu 19 detik!”

Setiap Sabtu pagi, ada warna lain di salah satu sudut Stadion Madya, Senayan, Jakarta. Selain atlet pemusatan latihan nasional atletik yang masih berusia dua puluh tahunan, ada sekelompok ibu dan bapak sepuh yang punya tempat kumpul di bawah pohon rindang di sisi timur lapangan.

Tak ingin kalah dengan anak-anak muda di sekeliling yang seusia cucu mereka, kakek dan nenek yang rata-rata berusia 60 hingga di atas 80 tahun ini masih semangat berolahraga. Mereka bahkan punya spesialisasi masing-masing di cabang atletik, mulai dari nomor lari sprint, jarak jauh, hingga nomor-nomor lempar. Dan, Tineke adalah salah satunya.

Bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Persatuan Atlet Atletik Master Indonesia (PAMI), Tineke tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti Kejuaraan Nasional Atletik Master III yang akan berlangsung di Solo, Jawa Tengah, Juni mendatang. Sebulan berikutnya, beberapa dari anggota PAMI ini akan mengikuti Kejuaraan Dunia Atletik Master di Sacramento, Amerika Serikat.

Soal prestasi, jangan remehkan mereka. Dalam kejuaraan terakhir yang mereka ikuti, yaitu untuk tingkat Asia, Indonesia berada di peringkat ke-8 dari 19 negara peserta, dengan 17 emas, 18 perak, dan 16 perunggu. Tiga emas dipersembahkan Tineke di kelompok usia (KU) 80 tahun untuk nomor lari 100 meter, lompat jangkit, dan lempar lembing.

Setiap latihan, program Tineke dan atlet lainnya diawali jalan kaki atau lari kecil mengelilingi lapangan, sesuai kebiasaan masing-masing, dilanjutkan dengan senam untuk peregangan otot. Setelah itu, barulah mereka berlatih sesuai spesialisasi masing-masing.

Rahayu (80), misalnya, akan segera berlatih tolak peluru setelah pemanasan. Meski harus memakai korset dan berjalan pelan karena cedera punggung, Rahayu mampu melempar bola seberat tiga kilogram sebanyak empat kali.

Yang dilakukan Wempie (62) lain lagi. Dia akan melahap program latihan lari 5.000 meter. Hebatnya, Wempie juga mampu bersaing di nomor sprint, 100 meter. Kemampuan ini diperoleh karena Wempie

rajin berlatih beban untuk kekuatan kaki. Dengan postur tubuh yang terbilang kurus, Wempie mampu mengangkat beban 500 kg dengan kaki (leg press). Padahal, tak seperti anggota PAMI yang pada umumnya berolahraga sejak berusia belasan tahun, Wempie mulai mengenal olahraga ketika sudah berusia 51 tahun.

Berawal dari jalan sore bersama teman-temannya di Senayan sejak tahun 2000, Wempie mencoba lari hingga bisa berlari jarak jauh. Setahun setelah bergabung dengan PAMI tahun 2001, Wempie mengikuti kejuaraan atletik.

Karena awam, ada kejadian lucu ketika dia berlomba di nomor 5.000 meter. Wempie memilih berlari di lintasan terluar karena merasa lintasan dalam terlalu ramai oleh peserta lain, hingga dia tidak leluasa saat berlari. ”Saya disuruh masuk oleh pelatih. Tetapi waktu itu saya tidak mengerti. Diminta masuk, tapi masuk ke mana, ha-ha-ha...,” tutur Wempie, yang seorang perokok berat ketika belum mengenal olahraga.

Jaga kesehatan

Apa yang dilakukan Wempie, yaitu mulai berolahraga saat memasuki usia 50 tahunan, menurut dokter spesialis olahraga Michael Triangto, dimungkinkan terjadi. ”Pada intinya tidak ada kata terlambat untuk olahraga. Yang penting, jenis olahraga disesuaikan dengan kondisi tubuh, terutama kondisi jantung,” kata Michael.

Meski demikian, dokter yang memiliki klinik Sports Therapy di Jakarta ini berpendapat, olahraga lebih baik dilakukan sejak muda. Michael kemudian memberi contoh tentang penyakit osteoporosis yang pada umumnya dialami perempuan yang sudah menopause.

”Kalau olahraga dilakukan sejak usia muda, waktu untuk menabung kepadatan tulang lebih lama dibandingkan kalau olahraga dimulai pada usia 50 tahunan. Jadi, tetap ada perbedaan efek antara orang yang memulai olahraga sejak muda dengan mereka yang berolahraga menjelang lansia,” ujar Michael.

Meski masih aktif berlomba, motivasi anggota PAMI rutin berolahraga memang cukup sederhana, yaitu menjaga kondisi tubuh. Titi Sudibyo (77), misalnya, yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PAMI, mengaku tak punya penyakit osteoporosis seperti yang lumrah dialami lansia. Selain atletik, Titi juga aktif bermain golf.

”Kalau diam, justru badan jadi sakit. Jadi, badan ini kayak nagih kalau tidak olahraga,” kata Sutinah K (80), atlet lempar lembing, cakram, dan tolak peluru.

Suami-istri Posman (78) dan Ashardini (72) bahkan sembuh dari penyakit mereka hanya dengan berjalan kaki setiap hari. Posman, yang pernah divonis sakit jantung koroner pada usia 48 tahun, hingga kini tak pernah absen berolahraga. Ditemani Ashardini, setiap pagi Posman berjalan kaki 5 km ditambah 5 km joging di sekitar rumah, di kawasan Bintaro, Tangerang.

”Saya pernah diminta operasi oleh dokter. Tetapi, setelah rutin berjalan kaki, dua tahun kemudian, saya dinyatakan sembuh total. Istri saya juga sembuh dari sakit tuberkulosis,” kata Posman, bersemangat.

Kakek 15 cucu dan tiga cicit ini bahkan pernah mengikuti lomba lari 10 km untuk kelompok umur 50 tahun ke atas, menyelesaikan triatlon, berjalan kaki Jakarta-Bandung dan Yogyakarta-Jakarta.

Apa yang dilakukan Posman ini sebenarnya membuat anak-anaknya khawatir. ”Mereka pernah minta saya berhenti. Saya jawab, tidak mau karena saya tahu batas kemampuan tubuh saya. Saya melakukan ini supaya sehat. Kalau saya sakit, mereka juga yang repot,” cerita Posman.

Dan, anak-anak Posman pun terdiam setelah mendengar argumen sang ayah....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com