Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi, Parlemen Pakistan Marah

Kompas.com - 15/05/2011, 03:47 WIB

ISLAMABAD, Sabtu - Parlemen Pakistan menegaskan tidak boleh lagi terulang peristiwa penyerangan seperti yang dilakukan Amerika Serikat pada 2 Mei yang menewaskan Osama bin Laden. Itu adalah serangan yang menginjak martabat dan kedaulatan Pakistan sebagai sebuah bangsa.

Demikian terungkap dalam pertemuan parlemen Pakistan yang berlangsung selama 10 jam, Sabtu (14/5) di Islamabad.

Pertemuan itu menghasilkan beberapa deklarasi, salah satunya mengingatkan agar penerobosan wilayah Pakistan oleh kekuatan asing tidak boleh terjadi.

Pertemuan itu membahas situasi yang muncul dari tindakan unilateral AS di Abbottabad. Ini merujuk pada serangan di kota Abbottabad, markas Akademi Militer Pakistan yang hanya berjarak 200 meter dari rumah Osama.

Parlemen juga mengecam intelijen setelah ketahuan bahwa Osama hidup hanya dengan jarak 200 meter dari Akademi Militer Pakistan.

Kepala Intelijen Pakistan Ahmad Shuja Pasha hadir dalam pertemuan dengan parlemen tersebut. Dia mengatakan bersedia mundur karena kritik yang muncul.

Namun, media lokal menyebutkan, Perdana Menteri Pakistan Yousuf Raza Gilani dan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Pakistan Jenderal Ashfaq Kayani meminta Pasha tetap bertahan.

Ancaman logistik

Pertemuan itu berlangsung sehari setelah pengeboman di pusat pelatihan polisi di Charsadda yang menewaskan 80 orang pada hari Jumat (13/5).

Parlemen juga meminta serangan di Abbottabad dievaluasi, serta meminta agar hal serupa tidak lagi terjadi.

Di samping itu, parlemen juga mengancam akan mencabut kerja sama logistik antara Pakistan dan AS. Kerja sama selama ini mengizinkan lalu lintas kendaraan militer AS melewati wilayah Afganistan dan Pakistan. Parlemen juga sekaligus mengingatkan agar jangan lagi terjadi serangan membabi buta oleh pasukan AS di perbatasan Afganistan-Pakistan.

Kejadian 2 Mei 2011 membuat parlemen mengenang serangan AS di sepanjang perbatasan Pakistan-Afganistan pada tahun lalu yang menewaskan 100 orang dan mencederai 670 orang lainnya.

Dikotomi politik-militer

Dalam pertemuan parlemen itu juga muncul debat soal dikotomi antara dunia politik di satu sisi dengan dunia militer dan intelijen di sisi lain. Sering terjadi politisi tidak tahu-menahu apa yang terjadi di tubuh militer dan intelijen.

AS pun selama ini lebih banyak menyibukkan diri untuk lebih dekat dengan militer dan intelijen Pakistan. Namun, kemudian hal ini pun menjadi sorotan karena antara militer dan intelijen Pakistan dengan AS tidak terjadi rasa saling percaya.

”Kesalahan juga terjadi karena ulah kita sendiri. Ada kesenjangan antara rezim militer dan politik. Kita harus mengatasi masalah seperti itu sehingga kesalahan di masa lalu tidak lagi terulang,” kata Menteri Penerangan Pakistan Firdous Ashiq Awan. ”Kita harus mendukung militer serta tidak akan membiarkan lagi dunia intelijen asyik sendiri,” katanya.

Dari Mazar-I-Sharif, Afganistan, Senator AS John Forbes Kerry (Demokrat) menegaskan, AS tidak ingin kehilangan sahabat, yakni Pakistan. Kerry adalah teman dekat Presiden AS Barack Obama.

Dendam pengikut

Sementara itu dari Almaty, Kazakhstan, diberitakan bahwa sepeninggal Osama, kawasan dalam bahaya akibat potensi aksi balas dendam dari para pendukung Osama. Hal ini terungkap dari pertemuan Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) yang beranggotakan Rusia, China, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. SCO berpenduduk 1,5 miliar jiwa.

”Kematian Osama di luar dugaan sekaligus merupakan sukses AS. Meskipun demikian, hal itu bukan merupakan kemenangan atas terorisme internasional,” kata Menteri Luar Negeri Kazakhstan Yerzgan Kazykhanov.

”Munculnya dendam kesumat, keberadaan para pendukung Al Qaeda, gerakan Taliban dan organisasi ekstremis dan militan lainnya membuka kemungkinan bagi serangkaian aksi terorisme sebagai balasan atas kematian pemimpin mereka. Kawasan ini tetap tegang,” katanya. (AFP/REUTERS/AP/MON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com