Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sherpa", Pendaki Sejati Everest

Kompas.com - 15/05/2011, 03:31 WIB

Ahmad Arif

Jalan berbatu itu mendaki. Terus mendaki, lalu tiba-tiba menurun tajam, kemudian kembali menanjak. Tebing dan jurang mengapitnya. Seorang muda belasan tahun berjalan mantap menyusuri jalan itu. Tas seberat 40 kg di punggungnya seperti tak mengganggu langkahnya. 

Nim Tenji Sherpa (16) nama anak muda itu, dengan santai berjalan melewati kami yang terengah. Udara tipis, mengisap nyaris seluruh daya kami. Sekalipun hanya membawa tas punggung berisi air, beberapa obat-obatan, dan kamera, kami terseok-seok menapak jalanan di lereng Pegunungan Himalaya, menuju Base Camp Everest.

Kerongkongan terasa kering dan napas tersengal mencoba memasukkan lebih banyak lagi oksigen ke dalam paru-paru. Namun, Nim seperti tak terpengaruh dengan kondisi ekstrem di ketinggian.

Nim adalah salah seorang sherpa, tulang punggung pendakian di Himalaya. Dia satu dari belasan sherpa yang menyuplai logistik untuk para pendaki Indonesia 7 Summits Expedition Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Perjalanan dari Lukla (2.840 meter) ke Base Camp Everest (5.364 m), yang kami tempuh seminggu, bisa ditempuh para sherpa ini dalam tiga hari. Selain langkah-langkah kaki sekuat yak—sejenis sapi pegunungan yang berbulu tebal—mereka juga tak membutuhkan aklimatisasi sebagaimana kami.

Tak hanya pembawa logistik pendakian ke Base Camp, sebagian sherpa yang lebih senior juga menjadi tulang punggung dalam pendakian ke puncak Everest. Dalam upaya pendakian ini, empat pendaki Mahitala didukung oleh empat sherpa yang berpengalaman mencapai Puncak Everest. Mereka adalah Pemba Gelgen Sherpa, yang telah 15 kali mencapai Puncak Everest; lalu Gelgen Dorji Sherpa; Da Tenje Sherpa; dan Pemba Nuru Sherpa.

Satu pendaki, satu sherpa, demikian teknik pendakian yang biasa dilakukan pendaki Everest. Selain membawa barang pendaki, membangun tenda, memasak, dan menyiapkan botol-botol oksigen di beberapa titik penting di sepanjang jalan menuju puncak, para sherpa ini juga seperti pengawal para pendaki.

Tak heran jika dikatakan merekalah para pendaki Everest sejati. Nyaris tak ada pendakian ke Puncak Everest tanpa dukungan dari sherpa. ”Dalam pendakian Everest, peran guide dan perusahaan ekspedisi hanya menjadi manajer pendakian. Namun, guide yang sesungguhnya sebenarnya adalah para sherpa itu,” kata Sani Handoko, senior Mahitala.

Pendaki alami

Sherpa adalah suku di pegunungan Himalaya, kebanyakan penganut Buddha, yang bermigrasi dari Tibet, lima abad lalu. Mereka tinggal selama bergenerasi di desa-desa yang berada di ketinggian 2.000-5.000 meter, dan secara fisik telah beradaptasi dengan ketinggian, seperti tipisnya oksigen dan rendahnya kelembaban udara. Jumlah mereka sekitar 20.000 orang di seluruh Nepal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com