Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memainkan Peran sebagai Penengah

Kompas.com - 13/05/2011, 05:58 WIB

Sejak pecahnya kembali pertikaian perbatasan antara Thailand dan Kamboja pada Februari lalu, sekurangnya tiga warga Thailand dan delapan warga Kamboja tewas, di luar belasan orang terluka. Padahal, sebagai sesama anggota ASEAN, kedua negara telah menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) tahun 1976 yang mengutuk penggunaan kekerasan dalam hubungan antaranggota.

”Sudah bisa diperkirakan, konflik perbatasan antarnegara ASEAN tidak akan ada habis-habisnya,” ujar guru besar hubungan internasional FISIP Universitas Indonesia, Juwono Sudarsono, Senin (9/5).

Menurut Juwono, persoalan perbatasan selalu dijadikan konsumsi kepentingan politik dalam negeri. Masing-masing pemimpin harus menunjukkan sikap tegasnya, tak peduli Bab 1 Pasal 1 Piagam ASEAN menyebutkan tujuan pendirian ASEAN untuk menjaga dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas.

”Kalau tidak tegas, mereka akan dianggap lemah. Popularitas pun bisa turun,” ujar Juwono. ”Apalagi di Thailand, masalah ini sangat peka menjelang pemilu.”

Karena itu, sangat bisa dipahami jika PM Thailand Abhisit Vejjajiva tidak mau menunjukkan dirinya terlalu lemah dalam isu perebutan wilayah kuil Preah Vihear yang oleh Thailand disebut Khao Phra Viharn.

Membandingkan dengan penyelesaian konflik serupa di antara negara-negara Uni Eropa, Juwono menilai, mereka telah memiliki kelembagaan dan perangkat hukum yang bisa menyelesaikan persoalan secara damai melalui jalan diplomatik. Ditambah lagi, tingkat kematangan ekonomi dan politik ASEAN dan Uni Eropa berbeda.

”Hal semacam ini di Uni Eropa tidak menjadi taruhan gengsi pemimpin. Sebuah sikap yang belum terbentuk di kalangan ASEAN. Apalagi kasus perbatasan Kamboja-Thailand sensitivitasnya berasal dari zaman kerajaan. Jadi, kita harus menerima ini sebagai kenyataan sebuah persengketaan historis,” kata Juwono.

Kuil Hindu yang dibangun pada masa kejayaan Kerajaan Khmer di atas Pegunungan Dangrek itu tahun 1962 ditetapkan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, masuk ke dalam wilayah Kamboja. Penetapan itu membuat Thailand marah. Maklum, pertikaian Kerajaan Khmer (Kamboja) dan Kerajaan Siam (Thailand) telah berjejak panjang sejak tahun 1431.

Yakinkan pemimpin lapangan

Meskipun sulit menghapuskan kemungkinan terulangnya konflik bersenjata di perbatasan kedua negara, Juwono meyakini ASEAN bisa berperan mencegah perselisihan ini berkembang ke arah perang terbuka. Tetapi, mediasi yang dilakukan Indonesia memang sangat tergantung situasi keamanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com