Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Abad dalam Pusaran Konflik

Kompas.com - 11/05/2011, 08:00 WIB

HUBUNGAN dua negara bertetangga, Thailand dan Kamboja, adalah relasi cinta dan benci. Hubungan politik, ekonomi, dan budaya berlangsung lancar meski kedua negara saling mengklaim wilayah Kamboja Barat yang berkembang sejak masa keemasan Kerajaan Khmer. Dua abad terakhir, hubungan dua negara semakin berwarna dengan sengketa Candi Preah Vihear.

Khmer berkibar lebih dulu dan mencapai kejayaan pada abad IX-abad XIII. Kerajaan itu berpusat di wilayah Siem Reap, yang sisa kebesarannya dapat disaksikan dari kemegahan kompleks Angkor Wat. Pada masa itu sekitar 160 kilometer barat laut Siem Reap, Preah Vihear—Prasat Phra Viharn dalam bahasa Thailand—didirikan.

Pengaruh Khmer memudar di abad XIV saat Kerajaan Ayutthaya, cikal bakal Siam, merintis kebesaran mereka. Siam menguasai sebagian besar wilayah Khmer hingga Perancis masuk Indochina. Di akhir abad XIX, Perancis menguasai Kamboja dengan pusatnya di Phnom Penh, dan Provinsi Battambang, Siem Reap, dan Sisophon adalah wilayah Siam.

Tahun 1907, Perancis dan Siam menandatangani perjanjian perbatasan. Siam mengembalikan ketiga provinsi itu ke Perancis sebagai ganti pengakuan Perancis atas Provinsi Trat. Perancis membuat peta perbatasan atas nama komisi bilateral perbatasan dengan memasukkan Preah Vihear ke wilayah Kamboja, dan disepakati Thailand.

Perjanjian perdagangan Perancis dan Siam pada 1925 menguatkan hubungan yang memastikan garis perbatasan kedua negara. Saat perang dunia II berlangsung, Siam, yang kemudian menjadi Thailand, dibantu Jepang memanfaatkan kelelahan Perancis menghadapi Jerman dan merebut kembali wilayah yang mereka lepaskan tahun 1907, termasuk Preah Vihear. Namun, saat Perang Dunia II berakhir, Thailand mengembalikan wilayah itu ke Perancis.

Thailand, yang kehilangan Preah Viehar, menggelar pasukan di sekitar perbatasan pada awal 1950-an meski diprotes oleh Perancis, kemudian oleh Kamboja yang merdeka tahun 1953. Setahun kemudian, tentara Thailand bergerak maju dan menguasai Preah Vihear. Menurut Thailand, perjanjian perbatasan antara Thailand dan Perancis tak lagi berlaku karena Kamboja sudah merdeka.

Hal ini membuat hubungan diplomatik kedua negara memburuk dan Kamboja meminta intervensi PBB. Tahun 1959, Kamboja membawa masalah ini ke International Court of Justice (ICJ). Tiga tahun kemudian, tepatnya 15 Juni 1962, ICJ memutuskan Thailand tak bisa memprotes garis perbatasan yang telah disepakati tahun 1907. ICJ juga memerintahkan Thailand menarik mundur pasukannya dari Candi Preah Vihear yang dinyatakan sebagai milik Kamboja.

Indah

Terletak di puncak tebing setinggi 525 meter di atas permukaan laut, di ketinggian Pegunungan Dangrek yang membatasi kedua negara, Preah Vihear menawarkan keindahan.

Pesona candi ini tak hanya menarik kedua negara yang bersengketa. Saat rezim Khmer Merah tersingkir dari pemerintahan Kamboja tahun 1979 dan menyingkir ke hutan di perbatasan, mereka sempat menduduki candi ini tahun 1993. Setahun kemudian, gerilyawan Khmer Merah membunuh dua turis Belgia yang berkunjung ke candi ini. Preah Vihear akhirnya baru dibuka lagi bagi turis pada Agustus 1998, lima bulan setelah komandan Khmer Merah Im Hung dan 600 pengikutnya menyerah di sana.

Pemerintah kedua negara sempat bekerja sama saat Kamboja mengusulkan candi ini sebagai warisan dunia. Thailand menyetujui wilayah candi yang diusulkan masuk daftar warisan dunia, yaitu sekitar 30 meter di sekeliling candi. Pada 8 Juli 2008, Preah Vihear pun ditetapkan sebagai warisan dunia.

Keputusan itu hanya memperpanas sengketa kedua negara. Menteri Luar Negeri Thailand Noppadon Pattama dipaksa mundur karena Mahkamah Konstitusi Thailand menganggap dukungan kabinet Thailand menjadikan Preah Vihear warisan dunia sebagai inkonstitusional. Kedua negara pun menggelar pasukan di sekitar candi dan sejak saat itu sejumlah konflik bersenjata terjadi yang memakan puluhan korban jiwa.

Tahun ini saja setidaknya 29 tentara dari kedua pihak tewas dalam dua konflik, yang meluas hingga ke sekitar candi Ta Moan dan Ta Krabei, 150 kilometer di barat Preah Vihear. Sedikitnya 85.000 warga di kedua sisi perbatasan harus mengungsi. Puluhan rumah, sekolah, dan fasilitas publik di desa perbatasan pun hancur.

Kedua pihak tak mau mengalah dan saling tuding pihak lain lebih dulu memulai pertempuran. Usaha ASEAN menengahi konflik belum berhasil, hingga Perdana Menteri Kamboja Hun Sen ingin isu ini kembali dibahas pada ASEAN Summit di Jakarta, 7-8 Mei. Kamboja pun meminta ICJ mengklarifikasi keputusan tahun 1962, berlawanan dengan keinginan Thailand yang ingin menyelesaikan masalah ini secara bilateral.

Analisis para ahli Asia Tenggara bahwa kepentingan politik domestik kedua negara turut terlibat dalam sengketa ini hanya menegaskan, konflik perbatasan Thailand dan Kamboja masih berlanjut hingga beberapa waktu ke depan. Dan selama itu pula, Preah Vihear yang penuh pesona akan tetap berada dalam pusaran sengketa. (J Waskita Utama, dari Phnom Penh, Kamboja)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com