Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amal, Istri Osama yang Diperebutkan Itu

Kompas.com - 05/05/2011, 16:08 WIB

AMERIKA Serikat (AS) dan Pakistan berebut hak untuk menahan Amal al-Sadah, istri termuda Osama bin Laden. Amal kini ditahan Pakistan dan negara itu, Rabu (4/5/2011), menolak permintaan Amerika untuk berbicara dengan Amal.

Perempuan berusia 27 tahun itu, berdasarkan laporan awal AS tentang serbuan ke kompleks tempat tinggal Osama di Pakistan, Minggu, telah berupaya menjadi tameng bagi suaminya dari sergapan pasukan khusus Navy SEALs. Namun, keterangan pihak AS kemudian menyebutkan, ia telah dijadikan tameng oleh Osama dan tewas. Laporan itu pun dikoreksi lagi dengan menyatakan bahwa Amal tidak tewas, hanya terluka di kaki. Amal seharusnya ikut terangkut helikopter pasukan AS, tetapi karena satu dari dua helikopter pasukan itu jatuh saat mendarat, Amal pun ditinggalkan. Ia kemudian ditangkap pasukan Pakistan.

Siapakah Amal al-Sadah? Kisah tentang dia bermula 11 tahun lalu. Ketika itu, ia adalah gadis remaja yang dibawa dari sebuah kota yang tenang di Yaman selatan, pertama ke Pakistan, lalu ke Kandahar di Afganistan selatan. Setahun sebelum serangan 11 September 2001, ia menjadi istri kelima Osama bin Laden. Saat itu, Amal berusia 18 tahun dan Osama 43 tahun.

Perkawinan itu diatur seorang tokoh Al Qaeda Yaman, Sheikh Mohammed Saeed Rashed Ismail. Ismail (saudaranya mendekam di tahanan Teluk Guantanamo) mengatakan kepada Yemen Post tahun 2008, "Saya adalah mak comblang (perkawinan) Osama dengan istrinya, Amal al-Sadah, yang merupakan salah seorang murid saya."

Bulan Juli 2000, Ismail mendampingi pasangan pengantin baru itu ke Afganistan. Tahun lalu, Ismail mengatakan kepada wartawan Hala Jaber, "Bahkan pada usia muda, dia (Amal) sangat religius dan percaya pada hal-hal yang Osama—seorang pria yang sangat religius dan saleh—yakini."

Perkawinan itu juga rupanya sebuah aliansi politik—demi memperkuat dukungan bagi Osama di tanah leluhurnya, Yaman. Pengawal Osama pada waktu itu, Abu Jandal, bertanggung jawab untuk mengantarkan mahar. "Sheikh (Osama) itu memberi saya 5.000 dollar AS dan menyuruh saya untuk mengirimkannya kepada orang tertentu di Yaman dan orang itu pada gilirannya membawa uang itu kepada keluarga pengantin perempuan," kata Abu Jandal pada harian Al Quds al Arabi tahun 2005.

Sesuai dengan tradisi Sunni konservatif, perayaan pernikahan itu semua menjadi urusan laki-laki. "Pengantin wanita dianggap telah menyetujui pernikahan itu dengan perjalanan ke Afganistan, jadi kehadirannya (dalam pernikahan) tidak diwajibkan," tulis Jaba di The Sunday Times setelah mewawancarai Ismail.

"Orang-orang merayakan dengan meresital puisi dan lagu, menyembelih anak-anak domba, dan menyantap makanan." Menurut Abu Jandal, "lagu-lagu dan kegembiraan bercampur dengan (suara) tembak-tembakan ke udara".

Setahun setelah pernikahan itu, Amal al-Sadah melahirkan seorang anak perempuan di Kandahar (beberapa hari setelah serangan 11 September 2001). Anak itu diberi nama Safiyah. Anak itulah yang mungkin, menurut para pejabat Pakistan, telah melihat ayahnya ditembak mati pada Minggu lalu. Ibunya, menurut sumber-sumber Pakistan, kini telah pulih dari luka di kaki yang dideritanya dalam serangan tersebut.

Paspor seorang perempuan Yaman yang ditemukan di kompleks persembunyian mereka tampaknya milik Amal, tetapi nama dalam paspor itu tidak sama persis dengan namanya. Para pejabat Yaman mengatakan, mereka tidak dapat mengidentifikasi secara pasti paspor itu dan Pakistan belum membuat permintaan untuk memulangkan siapa pun di kompleks bekas tempat tinggal Osama tersebut.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com