Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misrata, Kota Modern yang Jadi Medan Laga

Kompas.com - 20/04/2011, 03:50 WIB

Misrata, kota - terbesar ketiga sekaligus salah satu kota paling modern di Libya, kini tidak lagi nyaman dihuni. Ribuan warganya lari setelah kota berubah menjadi medan horor akibat perang selama tujuh pekan terakhir.

Sejak aksi protes terhadap rezim Moammar Khadafy dimulai pada 15 Februari, diikuti pecahnya perang saudara seminggu setelahnya, Misrata adalah satu-satunya basis oposisi di Libya barat. Namun, belakangan mereka semakin tertekan karena loyalis Khadafy membombardir kota itu setiap hari.

Dalam dua hari terakhir hingga Selasa (19/4), puluhan orang tewas dan ratusan orang terluka. Mereka terkena bom, roket, granat, tembakan senjata artileri berat, dan aksi para penembak jitu dari loyalis. Tekanan Khadafy makin kuat meski Pakta Pertahanan Atlantik Utara sudah menghancurkan lebih dari 30 persen kekuatannya.

Sekitar 20 warga Libya yang lari dari Misrata dan tiba di Benghazi, Libya timur, melukiskan kota itu ”menakutkan” dan ”kehidupan tidak bisa dipertahankan” di sana. Mereka lari menumpang feri Ionian Spirit milik Yunani, yang dicarter Organisasi Internasional untuk Pengungsi (IOM) untuk mengevakuasi 900 imigran Ghana dari Libya.

Butuh waktu 17 jam dengan feri untuk tiba di Benghazi, basis pertahanan oposisi di Libya timur. Sebelum turun dari feri, warga pelarian itu mengatakan, Misrata akan hancur total jika pasukan Barat tidak segera melumpuhkan Khadafy.

Salah satu bagian kapal tampak seperti bangsal rumah sakit. Puluhan korban luka akibat serangan loyalis Khadafy berbaring meringis tak kuat menahan sakit. Dokter oposisi di Benghazi masuk kapal untuk menolong para korban tersebut.

Para pengungsi itu menuturkan, aksi loyalis Khadafy kejam. Tentara dan milisinya menciduk warga dari rumah. Seorang oposan menyaksikan sendiri dua rekannya tewas terkena granat. ”Saya baru saja keluar rumah ketika granat menghantam bangunan. Dua rekan saya tewas seketika. Khadafy menembak membabi buta,” kata Alaa al-Atrach, salah seorang dari 20 warga Libya itu.

Atrach berencana segera balik ke Misrata. Ia bertekad terus berperang melawan Khadafy sekalipun itu sulit. Tragedi itu membuatnya semakin mantap berjuang menurunkan Khadafy.

”Kami memiliki amat sedikit senjata, tetapi tak apa. Kadang-kadang saya mengisi bensin di sebuah botol, lalu membakarnya, dan melemparkannya ke arah loyalis Khadafy,” kata Atrach.

Pertempuran Misrata tampaknya sengaja dibiarkan Khadafy untuk memberikan efek traumatis kepada oposisi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com