Jakarta, Kompas
Ketua Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM) Sihana saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (13/4), mengatakan, bahaya kecelakaan nuklir dikategorikan skala INES 7 bila paparan Iodium-131 melebihi 50.000 triliun
Dewan Keamanan Nuklir (NSC) Jepang menyebutkan, paparan I-131 dari ledakan (
”Itu paparan yang diukur sesaat sesudah ledakan. Sekarang pasti sudah turun nilainya. Apalagi setelah ledakan langsung disemprot air,” ujarnya.
Guru Besar Reaktor Nuklir, Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Su'ud menambahkan, saat pertama kali kecelakaan, jumlah paparan belum bisa diukur secara benar karena darurat. Namun, pengukuran tetap dilakukan. Pengukuran terbaru menunjukkan, radiasinya 630.000 TBq seperti pantauan NSC.
”Saat awal kejadian, orang sibuk mengurus reaktor sehingga pengukuran belum normal. Baru sekarang didapat datanya. Hasil pasti pengukuran baru didapat 5 hingga 6 bulan lagi,” tuturnya.
Sementara itu, paparan Cesium-137 dari perhitungan NSC mencapai 12.000 TBq, sedangkan perkiraan NISA 6.100 TBq. Untuk PLTN Chernobyl, paparan Cs-137 mencapai 85.000 TBq. ”Tingkat radiasi di Fukushima Daiichi sepersepuluh dari radiasi di Chernobyl,” kata Zaki.
Sihana menambahkan, ledakan di Fukushima Daiichi disengaja untuk menghindari kerusakan tabung reaktor nuklir. Peledakan untuk mengurangi tingginya tekanan udara dalam reaktor yang bisa memicu rusaknya tabung reaktor.
Tingginya tekanan dipicu suhu tinggi dalam reaktor akibat tak berfungsinya sistem pendingin bahan bakar. Bahan ledakan yang keluar itu berupa hidrogen yang terakumulasi pada sungkup reaktor dan sejumlah zat radioaktif dalam jumlah kecil.
Bila tak diledakkan, tabung reaktor bisa meledak sendiri. Akibatnya, semua zat radioaktif, termasuk bahan bakar, terpapar ke lingkungan dan meluas.