Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bromo Jual Erupsi Lautan Pasir

Kompas.com - 08/04/2011, 08:57 WIB

Oleh: Dahlia Irawati dan Ingki Rinaldi

Roni Yulianto (31) dan Delfianti (27) adalah pasangan pengantin baru. Rabu (30/3/2011) lalu, mereka berkendara selama 1,5 jam dengan sepeda motor dari Surabaya menuju Dusun Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Siang itu, mereka bolak-balik di sekitar penginapan Lava View Lodge yang berada pada ketinggian 2.249 meter di atas permukaan laut, dan menawar sejumlah kamar dengan pemandangan langsung menghadap ke arah Gunung Bromo yang masih menyemburkan abu vulkanik. Setelah mengecek ketersediaan dan harga kamar di penginapan itu, Roni bergegas menuju tepi tebing yang membatasi kawasan itu dengan lautan pasir di bawahnya.

Pasangan itu ingin menikmati lagi keindahan Gunung Bromo yang pada 26 November 2010 meletus. ”Saya lihat (letusan) di televisi jadi penasaran untuk lihat langsung,” kata Roni.

Sejak kawasan wisata itu ditutup usai letusan, Roni belum berkunjung lagi ke tempat itu. Padahal, sebelum Gunung Bromo meletus, setiap tiga bulan sekali Roni berkunjung ke sana.

Ia tidak tahu kalau hari itu kawasan wisata Gunung Bromo kembali dibuka secara terbatas dalam radius dua kilometer dari titik letusan. Jarak dua kilometer itu, menurut Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin, adalah batas aman sementara bagi pengunjung yang sudah diperbolehkan lagi menikmati indahnya kawasan tersebut.

Hingga saat ini, Gunung Bromo masih berstatus siaga, meski telah ada penurunan aktivitas kegempaan. Pesona matahari terbit menjadi daya tarik utama.

”Setelah meletus, sepertinya masih memerlukan waktu lama untuk pulih kembali. Sejumlah fasilitas juga rusak,” kata Roni.

Sebagai pengunjung setia, Roni juga prihatin terhadap nasib mereka yang menggantungkan mata pencahariannya pada industri pariwisata di Bromo. Apalagi jumlah pengunjung masih sangat sedikit.

Pailam, salah seorang anggota Bromo Jeep Club yang mengelola kendaraan jip jenis Toyota Hardtop FJ 40 untuk disewa wisatawan, mengaku sudah lebih empat bulan ini pengelola kendaraan itu tak beraktivitas. Ada sekitar 200 unit jip yang dioperasikan untuk rute pergi pulang dari Dusun Cemorolawang menuju Gunung Bromo dengan melewati kawasan Penanjakan I. Kini mobil-mobil itu belum bisa beroperasi normal. ”Sejak ditutup, tidak ada (mobil) yang keluar (mendapatkan sewa),” kata Pailam.

Akan tetapi, dia tidak mengeluh. Ia meyakini dengan dibukanya kembali kawasan wisata itu, sekalipun rute perjalanan kini dialihkan melalui Penanjakan II, pengunjung bakal berdatangan lagi.

Hal senada dikatakan sejumlah pedagang kaus dan suvenir khas Gunung Bromo, Yanto (23), mengaku biasanya dirinya menjual 20 potong kaus per hari dengan keuntungan sekitar Rp 50.000 per potong. Namun, sejak lokasi wisata itu ditutup, tidak ada lagi sumber pendapatan baginya. Lahan untuk menanam sejumlah komoditas sayuran, seperti sawi dan kentang, juga masih tertutup abu vulkanik.

”Sekarang, paling maksimal (menjual) lima potong baju per hari. Itu kalau ada pengunjung, kalau tidak ada pengunjung, ya tidak bekerja,” kata Yanto seraya tersenyum.

Empat bulan terakhir, warga di sekitar Gunung Bromo tidak bisa beraktivitas normal. Entah sudah berapa banyak kerugian dan berapa banyak pihak yang dirugikan akibat peningkatan status Gunung Bromo ini.

Dibuka lagi

Sejak akhir Maret lalu Pemerintah Kabupaten Probolinggo bersama Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mulai membuka lokasi wisata di kawasan itu. Rute wisata tak lagi menggunakan jalur lama (naik hingga ke bibir kawah), namun dengan membuat jalur baru di luar lingkar aman dua kilometer yang ditetapkan vulkanologi.

Jenis wisata baru yang ditawarkan adalah wisata erupsi lautan pasir Gunung Bromo dengan pemandangan utama kepulan asap yang keluar dari gunung tersebut. Wisatawan akan disuguhi panorama kepulan asap setinggi 600 meter berwarna kelabu. Pada malam hari kadang terlihat material pijar keluar dari kawah Bromo.

Selain itu, pesona wisata volcano Bukit Mentigen dan wisata pedukuhan Seruni. Di bukit Mentigen, wisatawan bisa melihat matahari terbit dan terbenam (lokasinya di sekitar pos pantau Gunung Bromo).

”Kami membuka paket wisata erupsi Gunung Bromo ini sudah berkonsultasi pada ahli vulkanologi dan pengelola Taman Nasional Bomo Tengger Semeru. Jadi wisata ini dipastikan aman asal wisatawan mengikuti rambu dan petunjuk yang diberikan,” ujar Hasan Aminuddin.

Sejak terjadinya erupsi Gunung Bromo akhir tahun lalu, menurut Ketua Himpunan Hotel dan Restoran Indonesia Cabang Kabupaten Probolinggo, Digdoyo, tingkat okupansi hotel di Bromo turun hingga 50 persen dari total 310 kamar.

”Dulu dari okupansi normal 70 persen, lalu turun menjadi hanya sekitar 30-an persen. Kini wisatawan mulai banyak dan tingkat hunian sekitar 50-60 persen. Semoga dibukanya wisata erupsi lautan pasir Gunung Bromo ini, kondisi ekonomi membaik,” ujar Digdoyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com