Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Peringatan Dini Tsunami Makin Andal

Kompas.com - 30/03/2011, 04:33 WIB

Jakarta, Kompas - Penentuan parameter sumber gempa dan model penjalaran tsunami di Samudra Hindia kini menggunakan teknologi decision support system dari Jerman. Dengan 160 sensor yang tersebar di sejumlah wilayah Indonesia, sistem peringatan dini tsunami semakin andal.

”Peringatan dini tsunami kini bisa diberikan dalam waktu 4 menit setelah gempa,” kata Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata kepada wartawan, Selasa (29/3) di Jakarta, seusai penandatanganan berita acara ”Transfer Kepemilikan Peralatan dari Jerman untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS)”.

Pihak Jerman diwakili Wakil Menteri Pendidikan dan Riset Jerman Thomas Rachel. Jerman adalah negara pertama sekaligus terbesar dalam menyalurkan bantuan kepada Indonesia pascatsunami Aceh tahun 2004.

Suharna menyatakan, sistem peringatan dini tsunami dapat diandalkan secara struktural melalui peranan 18 institusi pemerintah, dengan lembaga terdepan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Namun, budaya masyarakat masih menjadi tantangan.

Kepala BMKG Sri Woro B Harjono mengatakan, selama ini pihaknya tidak bisa menjamin keselamatan operasional dari 160 sensor tsunami yang dimiliki saat ini. Ia mengharapkan, kesadaran masyarakat turut menjaga keberlangsungan peralatan tersebut.

Rachel mengatakan, sistem peringatan dini tsunami di Indonesia membutuhkan dukungan teknologi yang makin cepat memberikan informasi. ”Tsunami di Indonesia bisa berlangsung sangat cepat,” katanya.

Rachel mencontohkan, tsunami di Kepulauan Mentawai pada Oktober tahun 2010 berlangsung sangat cepat. Sebelum BMKG sempat menyampaikan peringatan dini, tsunami sudah menyapu wilayah pantai.

Nias-Mentawai

Jorn Lauterjung, ahli ilmu kebumian dari Jerman, ketika mendampingi Thomas Rachel, mengatakan, para ilmuwan saat ini memprediksi wilayah antara Nias dan Mentawai merupakan subduksi terkunci. Wilayah ini sekarang menyimpan potensi energi gempa yang paling tinggi di Indonesia.

”Potensi energi gempa bisa diprediksikan, tetapi waktu kejadian sulit diprediksi. Bisa terjadi besok atau 20 tahun kemudian,” kata Lauterjung.

Menurut dia, selama ini waktu kejadian gempa tidak bisa diprediksikan. Namun, potensi dan intensitas gempa di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan meningkat.

”Aktivitas lempeng bumi di Indonesia juga memicu gunung-gunung berapi di Indonesia meletus,” kata Lauterjung.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Suhardjono mengatakan, perkembangan teknologi dunia untuk meramalkan kejadian gempa menjadi sangat penting. Setidaknya, saat ini mulai dikembangkan peramalan gempa meski dalam waktu singkat sekali menjelang gempa.

”Prediksi bisa dilakukan 10 detik menjelang gempa besar. Ini sangat bermanfaat untuk mengurangi jumlah korban. Misalnya, waktu 10 detik itu digunakan untuk segera mematikan operasional kereta cepat dan sebagainya,” kata Suhardjono.

Mengenai kesiapsiagaan masyarakat terhadap tsunami saat ini, menurut Suhardjono, masih terdapat kerancuan. BMKG sebagai institusi yang menyajikan informasi sering dianggap sekaligus sebagai institusi yang bertanggung jawab mengingatkan masyarakat.

”Sesuai ketentuan perundang-undangan, setiap pemerintah daerah bertanggung jawab mengolah informasi dari BMKG dan meneruskan kepada masyarakat hingga bertanggung jawab mengevakuasi,” kata Suhardjono.

Ia mengakui, tidak mudah mengatasi persoalan budaya berbagai entitas masyarakat dalam upaya mitigasi atau mengurangi risiko korban akibat tsunami. Contohnya, sampai sekarang belum ditetapkan standar bunyi sirene sebagai peringatan terjadinya gempa yang bisa menimbulkan tsunami. (NAW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com