Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Myanmar Bakal Punya Presiden Baru

Kompas.com - 29/03/2011, 20:22 WIB

YANGON, KOMPAS.com — Myanmar akan melantik presiden barunya dalam dua hari. Kesempatan ini membuka jalan bagi peralihan segera kekuasaan dari junta militer ke pemerintah sipil. Demikian kata para pejabat, Selasa (29/3/2011).     

Perdana Menteri Thein Sein, yang melepaskan seragam militernya untuk ikut dalam pemilu tahun lalu, diangkat Februari untuk jabatan penting itu dalam parlemen baru, tempat militer tetap memiliki suara kuat. "Presiden itu akan dilantik  besok. Jika tidak dapat dilakukan besok, ia akan dilantik lusa," kata seorang pejabat di Myanmar yang tidak bersedia namanya disebutkan kepada AFP.     

"Setelah ia dilantik, Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara (SPDC) akan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah baru," katanya menambahkan. SPDC, sebelumnya dikenal sebagai Dewan Pemulihan Ketertiban dan Hukum Negara (SLORC), merebut kekuasaan tahun 1988, tetapi negara itu berada di bawah kekuasaan militer sejak 1962.

"SPDC secara otomatis dibubarkan setelah mereka menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah baru," kata seorang pejabat lainnya, yang mengatakan, penyerahan kekuasaan mungkin akan dilakukan Jumat.     

Jenderal Senior Than Shwe, yang  memerintah dengan tangan besi sejak 1992, tetap panglima militer. Kendatipun ia tidak memegang peran politik penting, banyak pengamat yakin ia akan berusaha mempertahankan perannya di belakang layar.     

Sekutu pentingnya Thein Sein diajukan untuk jabatan presiden sebelum pemungutan suara itu, yang menambah kekhawatiran bahwa rezim itu merekayasa proses politik untuk menyembunyikan kekuasaan militer  di balik kedok sipil.

Pemimpin berusia 65 tahun itu menjadi warga sipil tahun lalu untuk ikut bertarung dalam pemilu November sebaga ketua Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan (USDP), yang mengklaim  mayoritas besar dalam pemilu itu.     

Susunan majelis nasional di Naypyidaw yang bersidang untuk pertama kali akhir Januari membawa negara itu pada tahap akhir apa yang disebut  "peta jalan"  bagi satu "demokrasi yang disiplin".     

Seperempat kursi parlemen dijatahkan untuk militer bahkan sebelum pemiliu pertama negara itu dalam 20 tahun, yang dinodai ketidakikutsertaan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi dan tuduhan-tuduhan terjadinya kecurangan dan intimidasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com