Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bocah Palestina Dalam Sergapan Senjata

Kompas.com - 26/03/2011, 04:53 WIB
  • Judul Buku      : Palestine’s Children, Kisah Perjuangan Hidup Anak-anak Palestina
  • Penulis             : Ghassan Kanafani
  • Penerbit           : Navila
  • Cetakan           : I, 2011
  • Tebal               : xxiv + 300 halaman
  • Peresensi         : Fatkhul Anas*)

KOMPAS.com — Sejarah Palestina adalah "sejarah merah" sepanjang zaman. Pertikaian dua kubu tak terhenti hingga detik ini, bahkan mungkin menjadi pertikaian abadi. Palestina dan Israel menjadi musuh bebuyutan yang tak hentinya menumpahkan darah segar dan aroma tangis orang-orang tak berdosa. Palestina dan Israel menjadi artefak pertikaian abadi memperebutkan harga diri, kekuasaan, dan bangsa. Waktu pun seolah telah jenuh menyaksikan pertumpahan darah di antara kedua kubu itu.

Semenjak orang-orang Yahudi memproklamirkan berdirinya Israel, tertanggal 14 Mei 1948, tragedi berdarah semakin memanas. Israel melancarkan agresi bersenjata yang menewaskan ribuan warga Palestina dan memaksa jutaan jiwa mengungsi ke Lebanon, Jordania, Syria, Mesir, dan kawasan sekitarnya. Negara-negara Arab tetangga terpaksa turut bergabung dalam mengusir Israel. Sayangnya, negara-negara tersebut saat itu berada dalam cengkeraman Inggris sehingga tak mampu bertindak banyak. Agresi Israel berjalan lancar dan berhasil merebut daerah Palestina yang telah ditetapkan PBB.

Peristiwa berdarah Israel-Palestina itu terkenang hingga sekarang. Ia diabadikan dalam setiap ingatan, terpahat dalam putaran waktu, dan tertuliskan dalam deretan kata para pujangga. Karya sastra juga banyak bermunculan, ingin merekam kekejaman yang melanda. Palestine’s Children karya Ghassan Kanafani adalah salah satu dari cuplikan itu. Di dalamnya terjejer kisah-kisah kelam orang-orang Palestina yang tertindas. Palestine’s Children memotret setiap kegelisahan yang muncul dari jiwa-jiwa yang kalah.

Palestine’s Children berkisah tentang anak-anak Palestina yang turut berjuang memperebutkan kemerdekaan bangsanya. Kisah ini merupakan kumpulan karya cerita pendek Ghassan Kanafani semenjak tahun 1936 sampai 1967. Ghassan Kanafani berhasil menyajikan alur yang menarik, dramatis, dan menyayat pembaca. Ia antara lain berkisah tentang Mansur yang ingin meminjam senjata kepada orang-orang untuk berjuang melawan Israel. Usia Mansur yang masih belasan menjadi alasan tersendiri bagi ayahnya agar ia tidak ikut berjihad. Sikap ini disetujui oleh pamannya, Abu al-Hasan.

Hanya, hati Mansur kecil telah terisi oleh amunisi amarah, kepedihan, dan jihad. Ia tak gentar jika harus bertemu dan berduel dengan tentara Israel. Ia tidak seperti ayahnya yang terus melarangnya. Ia keras kepala dan ingin ikut berjuang. Ia bersusah payah mencari senjata, hingga akhirnya ia bertemu Haji Abbas, seorang penjual rokok, sekaligus pemilik senjata. Dari sanalah ayah Mansur biasa meminjam senjata dengan imbalan satu pound per hari. Mansur pun ingin meniru langkah ayahnya itu.

Sayangnya, saat Mansur menjalankan ekspedisi keduanya dan ia telah mencapai benteng di Jaddin, ia mendapati kehadiran bapaknya di sana, di tengah kerumunan pasukan bersenjata. Namun, ketika kerumunan tersebut harus mundur, Abu Qassim, yang tak lain adalah ayah Mansur, tertinggal sendirian di belakang. Mansur-lah yang menyusulnya, dan menemukan ia terluka parah. Di sana, Mansur mendapati bapaknya sedang sekarat. "Mansur berdiri dalam kehampaan yang basah, mengawasi bapaknya pelan-pelan meregang nyawa, tidak berdaya dan tidak bergerak, kecuali denyutan dari dalam yang mengguncangnya." (hlm 125)

Kisah tentang Mansur di atas diceritakan oleh Ghassan Kanafani dalam judul "Seorang Anak, Bapaknya, dan Senapan Menyerbu Benteng di Jaddin" yang dibuat tahun 1965. Kisah ini adalah satu dari sekian kisah anak-anak yang dirangkai dalam buku ini. Ghassan Kanafani berhasil menyuguhkan dunia anak dalam berbagai cerpennya. Ini tentu tak lepas dari latar belakangnya yang pernah menjadi guru bagi anak-anak Palestina di Camp pengungsian. Ghassan Kanafani memilih kehidupan yang ini demi menyuguhkan kisah Palestina ke seantero jagad raya. Palestina yang kalah, Palestina yang resah, dan Palestina yang tak berdaya, semua direkam Ghassan Kanafani lewat dunia anak.

Persembahan Kanafani untuk Palestina ibarat pelita di tengah kegelapan. Kanafani ingin agar pelita itu menjadi penerang dunia sehingga seluruh mata dapat memandang dengan jernih penderitaan Palestina. Bahkan, Kanafani mempersembahkan nyawanya demi kedamaian Palestina. Ia bersama keponakannya, Lamis, dibunuh dalam sebuah ledakan bom mobil oleh dinas rahasia Israel. Saat itu, usia Kanafani genap 36 tahun, dan menjadi usia penutup bagi perjuangannya.

*) Penulis adalah Pustakawan Cabeyan Institute, Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com