Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan Hidrogen Bisa Saja Terjadi Lagi

Kompas.com - 19/03/2011, 07:20 WIB

JAKARTA, KOMPAScom - Krisis nuklir di Jepang dilaporkan semakin memburuk. Ahli dari Amerika Serikat mengatakan, paparan radiasi sudah jauh di atas batas normal dengan radius lokasi teraman dari paparan radiasi adalah zona di luar radius 80 km.

Sementara, pemerintah Jepang menetapkan bahwa radius teraman adalah di luar 30 km.

Mungkin salah satu pertanyaan yang muncul adalah, apa hal terburuk dari krisis nuklir di negeri Sakura itu? Akankah ledakan nuklir yang mengancam jiwa itu terjadi? Lalu, jika hal itu terjadi, akankah kekuatannya menyamai ledakan di Chernobyl, Ukraina tahun 1986 lalu?

Pakar teknologi nuklir dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Suud berpendapat, "Kemungkinan terjadinya ledakan nuklir kecil. Ledakan hidrogen di bangunan reaktor seperti yang terjadi beberapa hari lalu bisa saja terjadi. Namun, kalau yang dimaksud adalah ledakan nuklir seperti di Chernobyl dulu, kecil kemungkinannya akan terjadi."

Menurut Zaki, ledakan bisa terjadi bila reaktor dalam kondisi operasi normal. "Kalau yang reaktor di Jepang ini, kan, sudah shut down," katanya. Sebagai informasi, ledakan Chernobyl terjadi tatkala reaktor nuklir tersebut masih dalam keadaan aktif sehingga terjadi ekskalasi yang besar dan tingginya zat radioaktif yang tersebar ke lingkungan.  

"Kemungkinan terburuknya mungkin adalah meleleh. Tapi ini sebenarnya juga bisa terjadi dalam operasi normal. Kalau meleleh ini bisa memicu kondisi critical. Tapi menurut saya, pemerintah Jepang sudah mengantisipasi terjadinya kondisi itu dengan menambahkan boron," kata Zaki yang merupakan dosen di FMIPA ITB.

Zaki menuturkan, kerawanan justru muncul dari bahan bakar sisa. Kalau bahan bakar sisa tersebut tidak berhasil didinginkan dan meleleh, zat radioaktif mungkin akan menyebar. Tapi, ia sekali lagi menegaskan, zat radioaktif yang mungkin disebarkan tak akan sebesar bencana nuklir Chernobyl.

Jepang saat ini berupaya menyambung kembali kabel listrik ke PLTN Fukushima sehingga pompa pendingin bisa kembali berfungsi. Zaki menilai, upaya ini cukup menjanjikan.

"Ada beberapa pompa pendingin di dalam. Nah, itu kalau satu saja berhasil disambungkan dan bekerja kembali, itu sudah sangat membantu," ungkapnya.

Dalam kondisi sangat terpepet, sebenarnya Jepang masih memiliki senjata pamungkas. "Itu reaktornya bisa saja diberi banyak boron, lalu bisa ditutup dengan semen. Dengan begitu kan radiasinya akan terkungkung di dalam. Ini kalau sudah sangat kepepet pastinya. Sebenarnya, kan,  langkah ini juga yang dilakukan di Chernobyl."

Tapi ia menilai, langkah itu tak akan dilakukan Jepang. Penanganan krisis nuklir kali ini menurutnya juga sekaligus pertaruhan kredibilitas dalam mengelola PLTN. "Kalau langkah menutup semen ini dilakukan, mungkin masyarakat akan berpikir Jepang tak jauh berbeda dengan yang di Chernobyl," cetusnya.

Apa yang akan terjadi nanti? Zaki masih menunggu langkah terakhir Jepang. Sejauh ini, radiasi dilaporkan masih bersifat lokal.

Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman mengatakan, radiasi nuklir yang terjadi sejauh ini tak akan sampai ke wilayah Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com