KOMPAS.com - Menanti lama adalah perbuatan yang memang menyebalkan. Berangkat dari situlah, para peminta suaka ke Australia yang ada di penampungan di Pulau Christmas pun frustrasi. Alhasil, sejak tiga hari ke belakang, sebagaimana warta AP dan AFP pada Jumat (18/3/2011), aksi unjuk rasa pun merebak. Kerusuhan pun mengemuka.
Polisi Australia menembakkan gas air mata untuk meredakan aksi demonstrasi. Polisi diterbangkan dari kota terdekat Kamis (17/3/2011) malam setelah lebih dari 200 tahanan membakar bangunan, menghancurkan perabot, dan melempari petugas keamanan Australia.
Proses permohonan memang berliku. Kendati begitu, Menteri Luar Negeri Australia Kevin Rudd mengatakan tidak akan ada pengecualian aturan.
Di Pulau Christmas, yang terletak di Samudera Hindia, terdapat sekitar 2.000 orang imigran. Dari jumlah itu, sebagian besar berasal dari Timur Tengah, Sri Lanka, dan Afganistan yang mencoba memasuki Australia.
Menurut laporan dua bangunan administrasi beserta tujuh tenda akomodasi yang disediakan dibakar para pencari suaka.
Deputi Komisioner Polisi Federal Australia Steve Lancaster mengatakan bahwa sudah sekitar sepekan para pencari suaka menggelar aksi demo karena kesal pada lambatnya proses aplikasi suaka. "Sekelompok kecil tahanan mengisyaratkan bahwa akan terus melakukan aksi kekerasan hingga visa diberikan,"kata Bowen.
Pemerintah merespon aksi tersebut dengan mempercepat rencana pemindahan sekitar 2.500 tahanan di Pulau Christmas ke pusat penampungan di daratan Australia untuk mengurangi kepadatan tahanan serta dengan melibatkan petugas polisi. "Ini situasi yang sangat rawan dan serius," kata Bowen.
Komisioner HAM Australia Catherine Branson mengaku khawatir terhadap penundaan proses aplikasi suaka sehingga sebagian besar dari sekitar 6.500 pencari suaka menunggu hingga lebih dari enam bulan.