JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq tidak menggubris pemberitaan koran The Age, Australia, Jumat (11/3/2011). Alasannya, Mahfudz sejak awal mengaku tidak memercayai informasi yang dihimpun Wikileaks.
"Sejak awal muncul kasus Wikileaks, saya sudah sampaikan bahwa banyak info yang sifatnya sampah," kata Mahfudz seperti dikutip Tribunnews di Jakarta, Jumat.
Dia berharap Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta menjelaskan hal tersebut lantaran dokumen Wikileaks berasal dari kawat diplomatik kedutaan tersebut.
"Jadi yang harus klarifikasi adalah US Embassy tentang benar atau tidaknya info itu," jelasnya seraya mempertanyakan motif pemberitaan yang menyebut Presiden Yudhoyono 'menyalahgunakan kekuasaan'.
"Ada pertanyaan penting yang harus dijawab, apa motif, agenda, dan tujuan Wikileaks dengan semua ini? Ingat ada sosok George Soros di baliknya," urainya.
Harian Australia, The Age, Jumat, memuat berita utama tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Laporan harian itu berdasarkan kawat-kawat diplomatik rahasia Kedubes Amerika Serikat di Jakarta yang bocor ke situs WikiLeaks.
Kawat-kawat diplomatik tersebut, yang diberikan WikiLeaks khusus untuk The Age, mengatakan, Yudhoyono secara pribadi telah campur tangan untuk memengaruhi jaksa dan hakim demi melindungi tokoh-tokoh politik korup dan menekan musuh-musuhnya serta menggunakan badan intelijen negara demi memata-matai saingan politik dan, setidaknya, seorang menteri senior dalam pemerintahannya sendiri.
Kawat-kawat itu juga merinci bagaimana mantan wakil presiden Jusuf Kalla pada Desember 2004 dilaporkan telah membayar jutaan dollar AS, sebagai uang suap, agar bisa memegang kendali atas Partai Golkar. Kawat-kawat itu juga mengungkapkan bahwa istri Presiden, Kristiani Herawati, dan keluarga dekatnya ingin memperkaya diri melalui koneksi politik mereka.
Laporan The Age itu muncul saat Wakil Presiden Boediono mengunjungi Canberra hari ini untuk berbicara dengan Wayne Swan yang bertindak sebagai Perdana Menteri Australia, dan berdiskusi dengan para pejabat negara itu tentang perubahan administratif untuk mereformasi birokrasi di Indonesia.
Baca juga Indonesia Darurat Narkotik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.