Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Peta Sebaran Aset Libya di Dunia

Kompas.com - 03/03/2011, 10:22 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com — Dalam rentang waktu beberapa tahun, sulur-sulur keuangan Libya merambat hingga seberang lautan, melintasi perbatasan dan  benua. Amerika Serikat, Inggris, Swiss, dan Uni Eropa baru saja membekukan miliaran dollar AS aset milik pemerintah dan pemimpin Libya, Moammar Khadafy, dan keluarganya saat kekerasan dan kekacauan menjalar di seluruh negeri itu.

Libya hanya menyingkap sedikit transaksi-traksaksi keuangannya, tetapi CNN, Rabu (2/3/2011), melaporkan, ada beberapa hal yang orang bisa tahu tentang jenis-jenis aset yang dibekukan dan di mana saja Libya telah menanamkan kekayaan dari hasil penjualan minyaknya yang melimpah itu.

Melalui berbagai lembaga keuangan, Libya telah menyebar kekayaannya setidaknya ke 35 negara di empat benua. Negara itu memiliki aneka ragam investasi, mulai dari real estat mewah dan perusahaan-perusahaan penerbitan di Inggris, hotel-hotel di Timur Tengah, hingga sejumlah kecil saham klub sepak bola Italia, Juventus. Libya juga telah menginvestasikan ratusan juta dollar AS di negara-negara Afrika yang miskin, dan dalam beberapa kasus tidak stabil. Libyan Foreign Bank bahkan memiliki saham di Bank Komersial Zimbabwe.

Semua itu memuncak pada miliaran dollar AS yang Libya simpan di bank-bank investasi terbesar dan paling berpengaruh di Amerika Serikat. "Libya terbiasa dengan fakta. Mereka memiliki banyak sekali uang tunai di tangan untuk berinvestasi," kata Ashby Monk, seorang peneliti di Oxford University yang mengkhususkan diri pada kekayaan milik negara.

Libya selalu memiliki jumlah besar uang tunai yang siap untuk diinvestasikan dari hasil penjualan minyak mentahnya yang berkualitas tinggi. Ketika PBB mencabut sanksi ekonomi terhadap negara itu pada tahun 2003, Libya membukukan kekayaan senilai 60 miliar dollar AS. Saat ini, peringkat Libyan Investment Authority (LIA) berada di antara dana-dana investasi milik negara terbesar di dunia.

Negara itu menggunakan Bank Sentral Libya dan Libyan Foreign Bank sebagai saluran untuk berinvestasi, terutama untuk investasi domestik dan Afrika.

Berikut adalah sebaran aset Libya yang dikumpulkan CNN berdasarkan dokumen-dokumen publik, sumber-sumber yang akrab dengan investasi Libya, serta dokumen-dokumen yang dipublikasikan oleh WikiLeaks.

Amerika Utara: LIA menggunakan sistem keuangan AS untuk mendapatkan saham-saham yang sebagian besar berisiko rendah, sekuritas berjangka pendek, dan dana-dana tunai. Mohamed Layas, Kepala LIA, mengatakan kepada pihak berwenang AS pada Januari 2010 bahwa Libya memiliki "likuiditas sekitar 32 miliar dollar AS" yang tersimpan di bank-bank AS pada waktu itu. Demikian menurut kawat-kawat AS diplomatik yang bocor ke WikiLeaks. Jumlah itu kira-kira setara dengan jumlah yang Departemen Keuangan AS telah bekukan pada awal pekan ini.

Masih pada Januari 2010, Layas mengatakan, Libya telah membagi dana 32 miliar dollar AS itu menjadi pecahan-pecahan senilai 300 juta dollar hingga 500 juta dollar, yang saat itu dikelola oleh puluhan bank di seluruh Amerika Serikat. Libya bahkan menginvestasikan lebih dari 300 juta dollar ke bank investasi yang sekarang bubar, Lehman Brothers, setidaknya begitu menurut arsip pengadilan kepailitan AS. Libya tengah berjuang di pengadilan untuk memulihkan kerugian tersebut.

Di Kanada, Libya membuat salah satu kesepakatan ekuitas-swasta pertama dengan membeli Verenex Energy sekitar 320 juta dollar pada tahun 2009. Kesepakatan tersebut penting karena Verenex merupakan salah satu perusahaan publik pertama yang mengebor minyak di Libya setelah sanksi PBB dicabut.

Eropa dan Inggris: Libya menempatkan sebagian besar uang tunai di Eropa dan Inggris, sebagian karena kedekatan geografis. Direktur eksekutif LIA juga mengatakan, negara itu memiliki preferensi untuk berinvestasi di Inggris karena "sistem pajak yang sederhana," demikian menurut kawat yang bocor ke WikiLeaks.

Di Italia, yang merupakan mantan penguasa kolonial Libya, LIA memiliki saham di korporasi-korporasi Italia seperti perusahaan minyak raksasa Eni, kontraktor pertahanan Finmeccanica, dan UniCredit, bank terbesar di Italia. LIA juga memiliki 7,5 persen saham di Juventus.

Di Inggris, LIA memiliki 3,3 persen saham di Pearson, pemilik Financial Times dan Penguin Publishing. Otorita itu  juga memiliki saham di beberapa perusahaan properti komersial Inggris. Tak hanya itu, Libya juga punya portofolio aset-aset yang terkait dengan minyak di Eropa melalui LIA, yang terdiri dari tiga kilang minyak dan sekitar 3.000 pompa bensin di seluruh benua itu, demikian menurut pidato Layas di London tahun 2008.

Sejak kekerasan meletus di Libya, Pearson membekukan saham dan dividen Libya sampai pemberitahuan lebih lanjut dan Juventus mengatakan pihaknya memantau perkembangan di negara Afrika Utara itu.

Afrika: Melalui puluhan bank investasi kecil yang tersebar di seluruh Afrika, Libya telah membeli saham puluhan perusahaan telekomunikasi dan infrastruktur kecil di Afrika, beberapa di antaranya berada di negara-negara yang tidak stabil seperti Uganda dan Zimbabwe. Investasi-investasi di Afrika memainkan dua peran, kata para analis. Pertama karena Afrika berjuang selama bertahun-tahun untuk mendapatkan investor, dan Libya telah menjadi sumber utama modal di benua itu. Kedua, investasi-investasi di Afrika telah membantu dalam menyokong citra Khadafy sebagai "bapak" Afrika.

"Khadafy memberikan dukungan di mana tidak ada (dukungan)," kata Michael Maduell, Presiden Sovereign Wealth Fund Institute.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com