Dalam bentrokan antara pasukan Moammar Khadafy dan pemberontak, juru bicara kementerian luar negeri Perancis Bernard Valero mengatakan, Paris juga mencari cara untuk mengirimkan tenda dan pasokan peralatan darurat kepada warga rentan yang belum meninggalkan Libya.
Meski demikian, fokus awal Perancis terletak pada situasi di wilayah perbatasan Libya dengan Tunisia, tempat puluhan ribu pengungsi mencoba melarikan diri dari konflik dan akan memprovokasi terjadinya krisis kemanusiaan. Valero mengatakan, prioritas tersebut untuk membantu pekerja Mesir agar sampai kediamannya. "Dengan berjalannya pesawat berdaya tampung tinggi di satu sisi, ditambah adanya kapal transportasi di sisi lain, kami perkirakan dapat memindahkan sekurangnya 5.000 orang dalam sepekan," katanya.
"Perancis memutuskan pada 1 Maret untuk membantu, melalui jalur udara dan laut, upaya evakuasi pekerja Mesir yang ingin mengungsi dari perbatasan Tunisia-Libya," kata Valero kepada wartawan.
"Langkah ini, melalui koordinasi dengan Uni Eropa, merupakan respons terhadap seruan internasional yang diluncurkan oleh Komisi Tinggi Pengungsi PBB dan oleh Pemerintah Mesir," katanya.
"Ini merupakan cara untuk membantu Tunisia yang menghadapi gelombang masuknya pengungsi," jelasnya.
Lebih dari 170.000 orang keluar dari Libya sejak pemberontakan terjadi sekitar dua pekan lalu, di antaranya 75.000 orang mengarah ke Tunisia, 63.000 ke Mesir, dan 800 ke Niger, kata Valero, mengutip dari perkiraan PBB.
Ia mengatakan bahwa Komisi Tinggi juga mengingatkan bahwa situasi di perbatasan Libya-Tunisia akan menjadi kritis.