Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Barat Blokir Aset Khadafy

Kompas.com - 01/03/2011, 04:15 WIB

London, Senin - Tekanan terbaru terhadap Libya adalah tindakan Jerman menghentikan transaksi pembayaran terhadap Libya untuk 60 hari ke depan. Pemblokiran transaksi keuangan oleh Eropa bisa mempercepat kejatuhan pemimpin Libya, Moammar Khadafy.

Tekanan Eropa ini akan mematikan karena sebagian besar kekayaan Libya memang ditempatkan di Eropa. Tekanan Jerman dinyatakan karena Libya dianggap sudah keterlaluan soal penyiksaan terhadap warganya, yang menuntut reformasi politik dan pemerintahan, yang dikuasai Khadafy selama 41 tahun.

”Kita harus melakukan apa saja yang bisa dilakukan untuk mengakhiri pembunuhan, misalnya dengan mencegah diktator menyewa tentara asing untuk membunuh warga Libya,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle, Senin (28/2) di Geneva, Swiss. Dia berbicara di sela-sela pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Menlu AS Hillary Clinton juga hadir dalam pertemuan di Geneva itu dan menyerukan agar Eropa bertindak cepat soal pembekuan aset-aset Libya.

Hari Minggu lalu, Inggris juga menyatakan pembekuan aset negara Libya, yang memang dikuasai Khadafy dan keluarganya. Hal itu dinyatakan langsung oleh Menkeu Inggris George Osborne setelah PBB bersepakat soal penjatuhan sanksi terhadap Libya.

Sebelumnya atau Kamis pekan lalu, Pemerintah Swiss juga menyatakan pembekuan aset Khadafy dan keluarga sebesar 6 miliar dollar AS. Hal itu dilakukan untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan dana tersebut, termasuk pembiayaan tentara bayaran untuk membunuh warga Libya yang memberontak terhadap rezim Khadafy.

Data WikiLeaks

AS tidak terlalu mampu memberikan tekanan dari sisi keuangan terhadap Libya. Karena itulah Menlu AS, dalam pertemuan di Geneva, menyerukan tindakan cepat dari Eropa.

Hal ini sesuai dengan bocoran data dari WikiLeaks. Organisasi pembongkar kawat diplomatik AS ini juga mengumumkan nilai kekayaan negara Libya. WikiLeaks mendapatkan informasi itu dari hasil pembicaraan Dubes AS di Tripoli Gene Cretz dengan Mohamed Layas, Kepala Otoritas Investasi Libya (Libyan Investment Authority/LIA).

Cretz dan Layas berbincang-bincang soal kekayaan negara Libya pada Januari lalu. Kekayaan negara dikuasai LIA. Namun, penguasa de facto atas kekayaan itu adalah Khadafy dan keluarganya.

Terungkap bahwa total kekayaan LIA lebih kurang 70 miliar dollar AS. Ini semua berasal dari hasil ekspor minyak negara. Aset itu dikelola lewat tujuh anak perusahaan LIA.

Layas mengatakan lebih memilih Eropa sebagai lokasi utama penempatan investasi negara Libya itu, seperti di Italia, Inggris, Belanda, dan Swiss. Namun, London, kata Layas, berdasarkan data WikiLeaks, menjadi pilihan utama karena fasilitas dan kemudahan berbisnis di Inggris.

Dari total 70 miliar dollar AS kekayaan negara Libya itu, sekitar 32 miliar dollar AS ditempatkan dalam bentuk uang tunai atau deposito di AS. Sejumlah bank di AS masing-masing mengelola sebesar 500 juta dollar AS dari dana-dana kekayaan negara Libya itu.

Investasi utama ditempatkan di London (dalam bentuk saham di sektor perbankan, perumahan, dan real estat komersial), termasuk pembelian saham-saham unggulan bluechips, seperti saham UniCredit (bank Italia) dan Pearson (perusahaan penerbitan Inggris).

Sebagian besar kekayaan di Eropa itu juga ditempatkan lewat perusahaan FM Capital Partners (berbasis di London). Ini adalah perusahaan yang diciptakan oleh mantan manajer aset Merrill Lynch dan JPMorgan, Frederic Marino, pada tahun 2009.

Data WikiLeaks mengungkapkan bahwa LIA pernah jengkel terhadap Lehman Brothers, perusahaan bank investasi asal AS, karena kesalahan pengelolaan kekayaan. Kebangkrutan Lehman Brothers pada September 2008 telah membuat AS tidak lagi sebagai lokasi favorit bagi investasi kekayaan negara Libya dan juga kekayaan dari berbagai negara lain di dunia.

Menurut Layas, seperti terungkap dari data WikiLeaks, Bernard Madoff pernah menawarkan keuntungan 7 persen per tahun ke LIA jika menempatkan dana di perusahaannya. Keputusan LIA tepat karena Madoff kemudian ketahuan dan terbukti telah menggelapkan dana investasi 50 miliar dollar AS.(REUTERS/AP/AFP/MON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com