KOMPAS.com - Hitungan waktunya memang sebentar. Berbumbu kekhawatiran bakal rusuh di Timur Tengah, harga minyak langsung menanjak dua persen. Tapi, tak lama, harga itu turun lagi.
Menurut warta AP dan AFP pada Senin (28/2/2011), minyak mentah jenis Brent mencapai 114,50 dollar AS per barrel dalam perdagangan awal sebelum kemudian turun lagi. Sementara, harga US light mencapai 99,50 dollar AS.
Produksi minyak Libya diperkirakan turun sebesar 75 persen akibat pergolakan di negara itu. Namun demikian, Arab Saudi berjanji akan menutupi kekurangan itu.
Akan tetapi pada Minggu (27/2/2011), indeks bursa saham Saudi turun 5 persen. Pemicunya, 119 akademisi, pegiat dan pengusaha menulis surat terbuka kepada raja menutut reformasi.
Indeks gabungan Tadawul merosot 10 persen dalam dua pekan ini ke tingkat terendah dalam enam bulan. Hal ini kemudian memicu para investor Saudi untuk meminta agar pemerintah turun tangan guna menstabilkan pasar, atau bahkan menutupnya sama sekali.
Berita ini muncul di tengah rencana pembukaan kembali bursa saham Mesir Selasa (1/3/2011) setelah ditutup sebulan penuh karena pemberontakan rakyat. Sampai kini para pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung bursa saham dengan tujuan untuk terus menunda pembukaanya.