Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasukan Keamanan Tinggalkan Khadafy

Kompas.com - 28/02/2011, 11:50 WIB

TRIPOLI, KOMPAS.com — Pemimpin Libya, Moammar Khadafy, tampak kian terpojok, Minggu (27/2/2011) waktu setempat, saat pasukan keamanan membelot ke pihak oposisi di sebuah kota dekat Tripoli. Sementara itu Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa memutuskan untuk melakukan pembatasan ketat dan kemungkinan mengenakan tuduhan kejahatan perang terhadap rezim Libya itu.

Para mantan pasukan keamanan mengatakan, mereka telah beralih dan bergabung dengan pihak oposisi di Zawiya, kota yang terletak sekitar 55 kilometer dari ibu kota Tripoli. Beberapa bangunan di Zawiya menunjukkan tanda-tanda kerusakan, termasuk kantor polisi yang baru saja ludes terbakar.

Wartawan CNN, Nic Robertson, yang berada dalam perjalanan yang diselenggarakan pemerintah ke Zawiya, melihat warga sipil bersenjata mengambil posisi defensif di atas atap rumah untuk mengantisipasi upaya yang dilakukan loyalis Khadafy yang mungkin akan merebut kembali kota itu. Sekitar 2.000 orang ambil bagian dalam protes anti-pemerintah di kota itu, beberapa berdiri di atas tank atau memegang senjata anti-pesawat. Mereka menginginkan pemerintahan Khadafy digulingkan dan menyebut penguasa otoriter itu sebagai "lintah pengisap darah". Senja hari itu, CNN menyaksikan dua unjuk rasa lebih kecil yang pro-pemerintah, yang tampaknya diselenggarakan oleh pejabat pemerintah agar bisa dilihat para wartawan internasional, kata Robertson.

Pihak oposisi sekarang mengendalikan beberapa kota di Libya setelah berminggu-minggu protes yang terinspirasi oleh demonstrasi yang menggulingkan pemimpin yang sudah lama bercokol di negara tetangga, yaitu Tunisia dan Mesir.

Khadafy mengecam resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), Minggu. Ia mengatakan kepada stasiun Pink TV dari Serbia melalui telepon bahwa anggota DK PBB "mengambil keputusan berdasarkan laporan media yang berbasis di luar negeri." Dia menambahkan, "Jika DK PBB ingin tahu tentang sesuatu, mereka harus mengirim sebuah komite pencari fakta."

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengatakan, "Tindakan DK PBB, yang mencakup embargo senjata, pembekuan aset, dan larangan perjalanan bagi Khadafy, anggota keluarganya, serta rekan-rekannya, telah menghasilkan "salah satu tanggapan internasional tercepat bagi pemerintah yang memerangi rakyatnya sendiri. Kami mengakui pembunuhan sedang berlangsung," kata Clinton kepada wartawan dalam perjalanan ke pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Swiss.

Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague, Minggu, juga meminta Khadafy mundur. "Libya tidak memiliki masa depan jika dia tetap sebagai pemimpin. Tentu saja tidak ada," kata Cameron. Inggris juga mengumumkan, negara itu membekukan aset Khadafy, lima anaknya, dan mereka yang bertindak atas nama keluarga itu.

Putra Khadafy, Saif, membantah bahwa pemerintahan ayahnya telah menggunakan kekerasan untuk melawan rakyat. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan dengan Christiane Amanpour dari ABC, Minggu, Saif ditanya tentang banyaknya laporan mengenai serangan oleh pasukan pemerintah terhadap penduduk sipil.

"Tunjukkan kepada saya sebuah serangan. Tunjukkan kepada saya sebuah serangan bom. Tunjukkan kepada saya seorang korban. Angkatan udara Libya hanya menghancurkan tempat-tempat amunisi," katanya.

Khadafy muda itu, yang merupakan anggota terkemuka dalam pemerintahan ayahnya, juga mengecilkan jumlah pemrotes anti-pemerintah. Menurut dia, hanya sekitar 5.000-10.000 orang yang berunjuk rasa menentang ayahnya dan itu tidak berarti semua penduduk melawan dia.

Dia punya pilihan kata kasar untuk para diplomat Libya yang telah berpaling dari ayahnya. Ia menyebut mereka "munafik". "Jika Anda kuat, mereka mencintai Anda. Jika tidak, mereka mengucapkan selamat tinggal. Itu bagus. Kami menyingkirkan mereka," katanya kepada Amanpour.

Sementara itu seorang perawat Khadafy telah pulang ke Ukraina. Galyna Kolotnytska menjadi terkenal November lalu setelah WikiLeaks merilis sebuah kawat dari Kedutaan Besar AS di Tripoli yang menggambarkan ketergantungan Khadafy pada perempuan itu, yang digambarkan sebagai "si pirang yang seksi". Putri Kolotnytska mengatakan kepada CNN, Minggu, ibunya telah kembali tetapi tidak mau berkomentar.

Warga Tunisia di perbatasan Libya melambaikan bendera Libya dari era pra-Khadafy dalam mendukung oposisi saat puluhan ribu orang menyeberang ke negara itu, yang telah memicu serangkaian pemberontakan di dunia Arab.

Sekitar 100.000 orang telah melarikan diri dari kekerasan di Libya minggu lalu, kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi.  

CNN menyaksikan tentara Tunisia, badan amal, dan warga biasa Tunisia berusaha membantu warga Libya di perbatasan. Para pengungsi mengatakan, warga Tunisia menawarkan makanan, air, dan telepon. Pemerintah Tunisia pada Sabtu melaporkan, sekitar 40.000 orang telah menyeberangi perbatasannya sejak  20 Pebruari, sementara Mesir melaporkan 55.000 orang telah menyeberang sejak 19 Februari, kata Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, Minggu. Para pengungsi termasuk warga Tunisia, Mesir, Libya, dan negara-negara Asia.

Sekitar 10.000 orang melarikan diri dari Libya ke Tunisia, Sabtu, kata Bulan Sabit Merah. "Sangat besar jumlah orang yang berkumpul di daerah tak bertuan di antara Libya dan Tunisia dalam kondisi sangat dingin. Orang-orang berdiri dalam antrean selama enam jam tanpa makanan, air, atau akses ke sanitasi," kata juru bicara Bulan Sabit Merah, Joe Lowry, kepada CNN, Minggu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com