Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Libya Timur di Tangan Rakyat

Kompas.com - 27/02/2011, 05:14 WIB

Oleh Musthafa Abd Rahman

Berdiri di sisi wilayah Mesir paling ujung di perbatasan Mesir-Libya, tampak di kejauhan sekitar 500 meter adalah wilayah Libya bagian timur. Dipandang dari kejauhan, terlihat seperti tidak ada kehidupan di Libya timur. Suasananya sepi-sepi saja. Hanya yang sering terlihat adalah rombongan warga asing dari mancanegara, khususnya warga Mesir, yang mengalir keluar dari arah wilayah Libya itu. 

Militer Mesir dengan tank dan kendaraan lapis baja hadir dalam jumlah besar di perbatasan Mesir-Libya itu untuk mencegah terjadinya aksi anarki menyusul membeludaknya pengungsi warga mancanegara dari Libya ke Mesir saat ini.

Asumsi seperti tidak ada kehidupan di wilayah perbatasan di sisi Libya itu ternyata sinkron dengan cerita banyak pengungsi yang baru keluar dari wilayah Libya tersebut.

Seorang warga Maroko bernama Jawad (20) yang mengungsi ke Mesir mengungkapkan, hanya ada beberapa pemuda Libya berpakaian sipil yang menjaga perbatasan di sisi wilayah Libya. ”Para pemuda Libya itu tidak menanyakan apa-apa. Mereka hanya melihat paspor atau dokumen lain, kalau ada. Jika ada warga asing yang mau keluar dari Libya tanpa membawa dokumen pun, mereka tetap dipersilakan keluar tanpa ada hambatan apa pun,” cerita Jawad.

Ia lalu menegaskan, tidak dirasakan lagi ada pemerintahan di wilayah Libya timur.

Jawad yang baru satu bulan bekerja sebagai pekerja bangunan di kota Tobruk—Libya timur (sekitar 120 km dari perbatasan Libya-Mesir)—mengungkapkan, di kota Tobruk tidak ada lagi simbol-simbol kekuasaan Moammar Khadafy, seperti gambar-gambar Khadafy dan bendera hijau yang digunakan sebagai bendera negara Libya sejak Khadafy berkuasa tahun 1969.

Sebaliknya, lanjut Jawad, bendera yang berkibar di kota Tobruk adalah bendera lama di era monarki sebelum Khadafy berkuasa. Bendera lama Libya terdiri atas warna merah, hijau, dan hitam yang terdapat gambar bulan bintang di tengahnya.

Tidak ada administrasi

Seorang warga Sudan bernama Mohamed Omar (25) yang mengungsi ke Mesir juga mengungkapkan, di pintu perbatasan di sisi Libya tidak ada lagi proses administrasi, seperti pencatatan dokumen warga yang akan keluar dari Libya dan stempel tanda keluar pada paspor serta tidak ada pegawai resmi di kantor perbatasan. ”Siapa pun yang mau keluar dari Libya dipersilakan keluar saja tanpa ada proses apa-apa di perbatasan. Yang menjaga di perbatasan Libya pun hanya anak-anak muda,” ungkap Omar lagi.

Mohamed Abdel Baki (30) yang juga berasal dari Sudan dan mengungsi ke Mesir menyampaikan pula, tidak ada pemerintahan di wilayah Libya timur dan yang berkuasa di wilayah itu adalah rakyat setempat. ”Setiap masuk kota atau desa di Libya timur, terdapat pos pemeriksaan rakyat setempat. Sikap mereka bersahabat dan membantu warga asing yang akan mengungsi keluar Libya. Bahkan, mereka sering memberi makanan atau minuman kepada pengungsi dalam kendaraan yang membawa mereka menuju perbatasan,” ujar Abdel Baki.

Khatib shalat Jumat (25/2) di perbatasan Mesir-Libya menyerukan, rakyat Mesir membantu revolusi rakyat Libya. Sang khatib mengutuk tindakan Khadafy yang menggunakan kekuatan militer dalam menghadapi aksi unjuk rasa rakyatnya. Ia juga mengucapkan selamat atas rakyat Libya timur yang berhasil menciptakan keamanan di wilayahnya setelah mengusir loyalis Khadafy. Ia lalu berdoa secara khusus untuk keselamatan dan ketabahan rakyat Libya yang sedang berjuang mengobarkan revolusi.

Militer Mesir membangun pula rumah sakit lapangan dalam bentuk tenda-tenda di perbatasan Mesir-Libya untuk memberi pertolongan pertama kepada warga Mesir dan warga asing atau warga Libya yang membutuhkan pengobatan setelah berhasil keluar dari Libya. Menurut pejabat militer Mesir yang tidak mau menyebut namanya, rumah sakit lapangan yang dibangun sejak hari Minggu lalu menerima sekitar 10 pasien setiap hari. ”Kami punya 30 dokter spesialis dan 30 perawat. Kami bisa menerima hingga 60 pasien per hari, baik luka berat maupun ringan. Namun, hingga saat ini pasien yang datang ke rumah sakit lapangan ini hanya mengalami luka ringan dan bisa langsung pulang tanpa harus menginap,” ujar sumber militer itu.

Ibarat negara sendiri

Kota-kota di wilayah Libya timur, seperti Tobruk, Al-Bayda, Darnah, dan Benghazi, memang diberitakan sudah jatuh ke tangan massa antirezim Khadafy sejak revolusi Libya mulai berkobar pada 17 Februari lalu. Media massa menyebut, wilayah Libya timur yang dikenal sebagai basis perjuangan tokoh pahlawan legendaris Libya, Omar Mukhtar, melawan kolonial Italia, secara de facto kini ibarat negara sendiri.

Bendera lama Libya yang berwarna paduan merah, hijau, dan hitam dengan gambar bulan bintang di tengahnya berkibar di berbagai kota Libya timur. Khadafy juga kehilangan kota Zawiyah dan Misuratah di Libya barat.

Beberapa kali upaya loyalis Khadafy untuk menguasai kembali Zawiyah dan Misuratah mengalami kegagalan karena penduduk setempat yang anti-Khadafy sudah mempersenjatai diri secara baik. Mereka berhasil menghalau loyalis Khadafy yang mencoba masuk kota Zawiyah dan Misuratah.

Realitas kehilangan banyak kekuasaan di sebagian besar wilayah Libya memaksa Seif al-Islam Khadafy (putra Khadafy), hari Jumat, menawarkan perundingan dengan kubu oposisi dan siap mengumumkan genjatan senjata mulai hari Sabtu (26/2).

Namun, problem tawaran perundingan Seif al-Islam itu adalah revolusi Libya seperti halnya revolusi di Tunisia dan Mesir, tidak ada yang memimpin. Seif al-Islam tidak akan menemukan dengan siapa akan berunding.

Duta Besar Libya untuk Liga Arab Abdel Mun’im al-Houni yang mengundurkan diri sebagai aksi protes atas tindakan keras Khadafy terhadap rakyatnya mengungkapkan, kekuasaan Khadafy sudah berada di saat-saat terakhirnya. Menurut dia, seperti dikutip harian Asharq Al Awsat, Khadafy hanya menguasai distrik Bab Al-Aziziah yang menjadi tempat kediamannya di Tripoli dan kota Sirte yang menjadi basis kabilah Khadafy, yaitu kabilah Khadafa. *

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com