Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pahlawan yang Menyulut Revolusi Arab

Kompas.com - 25/02/2011, 13:25 WIB
Musthafa Abd Rahman

KOMPAS.com — Tekad generasi muda Arab mengobarkan revolusi untuk menumbangkan rezim diktator tak terbendung lagi. Setelah Zine al-Abidine Ben Ali di Tunisia tumbang pada 14 Januari, dan Hosni Mubarak di Mesir pada 11 Februari, kini Moammar Khadafy di Libya berada di ujung tanduk.

Para pemimpin Arab mulai ketakutan bernasib seperti Ben Ali dan Mubarak. Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh dan Presiden Sudan Omar Hassan Bashir menyatakan tidak mencalonkan diri lagi pada pemilu presiden mendatang.

Raja Bahrain Sheikh Hamad bin Isa al-Khalifa terpaksa membuka dialog dengan kubu oposisi untuk mencegah semakin meluasnya aksi unjuk rasa di negeri kecil di Teluk Persia itu. Pangeran Talal bin Abdul Aziz (saudara Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz), meminta Raja Abdullah bin Abdul Aziz segera melakukan reformasi di Arab Saudi untuk mencegah menularnya revolusi pemuda Arab ke negeri kaya minyak itu.

Gelombang revolusi di dunia Arab saat ini—yang membawa korban ratusan orang tewas dan ribuan luka-luka—menetaskan kisah legenda kepahlawanan yang lazim lahir dari sebuah revolusi, di mana pun dan kapan pun di muka bumi ini. Yang dikisahkan dari generasi ke generasi bisa seorang tokoh atau sebuah kota.

Revolusi Tunisia melahirkan tokoh pahlawan sang pedagang asongan, Mohamed Bouazizi, yang membakar dirinya, 17 Desember lalu. Bouazizi nekat bunuh diri ketika polisi menyita dagangannya berupa buah-buahan dan sayur-sayuran yang menjadi satu-satunya gantungan hidupnya.

Aksi Bouazizi itu meletupkan intifadah rakyat kecil di Provinsi Sidi Bouzid (265 kilometer arah selatan kota Tunis), lalu segera menjalar ke seantero negeri Tunisia hingga akhirnya memaksa Presiden Zine al-Abidine Ben Ali kabur dari negerinya.

Revolusi Mesir memunculkan Khaled Said, pahlawan berusia 28 tahun yang diambil secara paksa oleh aparat keamanan dari sebuah warung internet di kota Alexandria, Juni tahun lalu. Said dituduh membongkar borok rezim Mubarak di jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Ia pun tewas akibat siksaan aparat keamanan.

Khaled Said kemudian menjadi nama alamat akun Facebook para pemuda Mesir yang membakar semangat rakyat negeri itu untuk turun ke jalan melawan rezim otoriter Presiden Hosni Mubarak.

Kota berkobar

Rakyat Yaman kini menjadikan kota Taiz (sekitar 256 kilometer arah selatan ibu kota Sanaa) sebagai kota perlawanan terhadap rezim Abdullah Saleh. Mereka membangun kemah-kemah di kota Taiz dengan tekad tidak akan meninggalkan kemah mereka sebelum Presiden Ali Abdullah Saleh lengser.

Libya pun kini bergolak untuk menumbangkan rezim otoriter Moammar Khadafy. Tercatat, Benghazi (sekitar 1.000 kilometer arah timur ibu kota Tripoli) menjadi kota pahlawan.

Khadafy dibuat sangat sewot dengan berita jatuhnya kota berpenduduk sekitar satu juta orang itu, dan kota-kota lain di Libya bagian timur—seperti Al-Bayda, Darnah, dan Tobruk—ke tangan para pemuda revolusioner. De facto, negeri itu sudah terpecah dua, yakni Libya barat yang masih dikuasai Moammar Khadafy dan Libya timur yang dikontrol kaum revolusioner anti-Khadafy.

Realitas wilayah Libya timur berada di tangan kaum revolusioner merupakan pukulan berat bagi Khadafy. Pasalnya, kota Benghazi dan wilayah Libya timur menjadi simbol perlawanan rakyat Libya pada era kolonial Italia. Tokoh pahlawan legendaris Libya, Omar Mukhtar, melakukan perlawanan sengit terhadap kolonial Italia yang menduduki kota Benghazi dan selanjutnya seluruh wilayah Libya pada 1911.

Sekitar 125.000 rakyat Libya masuk kamp konsentrasi kolonial Italia saat itu dan sepertiga dari jumlah tersebut harus tewas, termasuk Omar Mukhtar, yang dihukum gantung.

Kini, ketika gerakan massa antirezim Khadafy yang sudah berkuasa di Libya lebih dari 41 tahun berkobar, kota Benghazi menjadi sasaran utama amarah massa. Rakyat Libya menganggap, jatuhnya kota Benghazi ke tangan mereka merupakan pintu ke arah pembebasan kota-kota lain dari rezim diktator Khadafy.

Khadafy akan membakar

Dalam pidato lebih dari satu jam yang disiarkan televisi Libya, Selasa (22/2/2011) malam lalu, Khadafy berjanji akan melancarkan serangan suci melawan kaum revolusioner yang antirezimnya. Khadafy menyebut, mereka yang kini menguasai kota Benghazi dan kota-kota lain di Libya timur sebagai pengikut Osama bin Laden yang berhak digempur habis-habisan.

Khadafy menegaskan pula, mereka yang antirezimnya telah berbuat makar dan bisa mendapat hukuman mati. Sampai saat ini, menurut dia, ia belum menggunakan kekuatannya. Namun, jika saatnya tiba, Khadafy ”terpaksa” akan membakar seluruh negeri Libya.

Kanselir Jerman Angela Merkel menyebut pidato Khadafy itu sangat mengerikan. Sidang Liga Arab tingkat wakil tetap, Selasa lalu di Kairo, Mesir, juga memutuskan membekukan keanggotaan Libya.

Seorang pejabat tinggi Libya, seperti dikutip harian Asharq Al Awsat, mengatakan, Libya kini berada di ambang perang saudara. Kota Benghazi akan kembali menjadi saksi sejarah perlawanan rakyat terhadap rezim diktator, seperti halnya Omar Mukhtar melawan kolonialisme Italia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com