Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korea Utara Cemas

Kompas.com - 25/02/2011, 03:24 WIB

SEOUL, KAMIS - Sejumlah kalangan meyakini pemerintah komunis Korea Utara mulai resah dan cemas dengan perkembangan situasi di Timur Tengah dan Afrika Utara belakangan ini. Mereka takut aksi rakyat menumbangkan pemimpin rezim otoriter bisa ”menular” ke rakyat Korut.

Sejumlah langkah antisipasi keras langsung diambil pemerintah komunis pimpinan Kim Jong Il, seperti mengontrol dan memblokade arus informasi dari luar negeri. Tidak hanya itu, pemerintahan Kim Jong Il juga mulai menyiapkan pasukan antihuru-hara untuk mengantisipasi munculnya gerakan rakyat.

Saat ini pasukan itu diyakini mulai bekerja dan melacak sekecil apa pun petunjuk yang bisa mengarahkan rakyat Korut untuk melakukan perlawanan.

Sejumlah aksi perlawanan sporadis pada masa lalu dilaporkan pernah terjadi di negeri itu. Kemarahan terutama dipicu kelaparan dan kelangkaan bahan makanan akibat kebijakan salah urus oleh rezim Kim Jong Il.

Namun, sejumlah kalangan tetap meragukan dan pesimistis perlawanan rakyat seperti di Mesir dan Tunisia juga bakal terjadi di Korut.

Pesimisme ini juga dilontarkan Menteri Unifikasi Korsel Hyun In-taek, yang mengaku tidak terlalu yakin rakyat Korut bakal terinspirasi dan bertindak sama seperti rakyat di Mesir dan Tunisia.

”Malah saya yakin rakyat Korut sebetulnya belum tahu bahwa di beberapa negara di Timur Tengah gerakan rakyat berhasil menumbangkan pemimpin mereka yang otoriter dan zalim,” ujar Hyun.

Informasi

Hal seperti itu, menurut Hyun, sangat mungkin terjadi lantaran rakyat Korut sama sekali tidak pernah mendapat ”pasokan” informasi yang cukup. Tidak pernah sekali pun stasiun televisi pemerintah menayangkan gejolak yang terjadi di negara-negara di kawasan Timur Tengah.

Pembatasan akses internet yang teramat ketat juga membuat tidak banyak rakyat Korut yang mampu mengakses dan menikmati saluran komunikasi dan informasi itu.

Dengan begitu, teramat sulit untuk mengharapkan internet dan media massa mampu mengartikulasi, apalagi sampai mengorganisasikan ”kemarahan” dan ”kekecewaan” rakyat untuk melawan rezim yang berkuasa.

”Untuk saat ini nyaris kecil sekali kemungkinan revolusi, seperti di Mesir dan Tunisia, juga bisa terjadi di Korut. Pyongyang sangat mengontrol informasi dari luar, termasuk akses internet. Mereka juga memblokade sumber-sumber informasi lain tentang dunia luar,” ujar Jang Jin Seong, seorang pembelot Korut.

Sikap pesimistis yang sama juga disuarakan Yang Moo-jin, pakar studi Korut dari Universitas Seoul. Menurut dia, kalangan militer Korut pun sulit diharapkan menjadi penggerak.

Militer tak mungkin melakukan kudeta melawan pemerintah mengingat loyalitas mereka sangat kuat terhadap rezim pimpinan Kim Jong Il.

”Tidak ada jaringan kerja masyarakat sipil yang bisa mentransformasikan kekecewaan publik menjadi sebuah gerakan antipemerintah yang solid. Padahal, saya yakin pemerintah di sana terus mengawasi dengan ketat perkembangan yang terjadi di dunia. Kondisi itu bisa berdampak kontrol mereka atas rakyat Korut semakin ketat,” ujar Yang.

Bahaya kelaparan

Lima lembaga bantuan dunia mengeluarkan peringatan kemungkinan bahaya kelaparan dan kekurangan gizi parah di Korut. Peristiwa sama pernah terjadi tahun 1990-an. Saat itu sedikitnya dua juta warga Korut tewas kelaparan.

Peringatan dikeluarkan menyusul kunjungan kelima lembaga itu keliling wilayah Korut selama seminggu atas undangan Pyongyang. Mereka adalah Christian Friends of Korea, Global Resource Services, Mercy Corps, Samaritan’s Purse, dan World Vision.

Dari pantauan mereka ke rumah penduduk, rumah sakit, dan penampungan yatim piatu diketahui, kelaparan dan kekurangan gizi telah terjadi di mana-mana.

Salah satu penyebab utama kelaparan adalah Korut mengalami gagal panen menyusul cuaca ekstrem di sana. Diketahui pula tidak sedikit rakyat Korut beralih mencari dan memakan rumput dan tumbuhan liar lain.

Sebelumnya, Pyongyang memang pernah meminta bantuan pangan dari sejumlah negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan sampai membentuk tim khusus pakar internasional untuk memantau negara itu.

(AFP/BBC/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com