Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlawanan dari Timur

Kompas.com - 25/02/2011, 03:21 WIB

Trias Kuncahyono

Apakah Benghazi akan jadi awal dan akhir rezim Moammar Khadafy?

Benghazi, kota terbesar kedua Libya di timur, setelah Tripoli, adalah kota pelabuhan yang memangku Laut Tengah. Kota ini sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno, bahkan pernah menjadi koloninya.

Rezim Khadafy, yang berdiri menggulingkan Raja Idris I lewat kudeta militer, bermula di Benghazi. Di kota itulah, pada 1 September 1969, 77 perwira muda dan sejumlah tamtama bersumpah setia untuk menggulingkan monarki.

Kudeta dimulai di Benghazi. Dan dalam dua jam, seluruh Benghazi mereka kuasai. Gerakan para perwira muda dan tamtama itu segera mendapat dukungan dari berbagai pihak dan seluruh negeri. Raja Idris I, yang tengah berada di Turki, terguling dan berdirilah Republik Arab Libya dipimpin Kolonel Moammar Khadafy, hingga kini.

Kini, 41 tahun kemudian, kelompok perlawanan menentang pemerintahan dan kekuasaan Khadafy. Bermula dari demonstrasi para keluarga korban kerusuhan di penjara Abu Salim, 29 Juni 1996, demonstrasi meluas ke mana-mana, menelan begitu banyak korban jiwa. Sejak demonstrasi pertama pecah, 7 Februari 2011, hingga kini diberitakan 1.000 orang tewas.

Para keluarga korban tragedi Abu Salim menuntut agar pengacara mereka yang ditahan, Fathi Ferbil, dibebaskan. Fathi Ferbil—yang dikenal bersuara lantang mengkritik rezim Khadafy—mewakili keluarga korban memperjuangkan keadilan. Tuntutan para demonstran itu dijawab dengan tindak kekerasan dan korban jiwa berjatuhan.

Apa yang dilakukan para keluarga korban sama seperti yang dilakukan oleh The Mothers of the Plaza de Mayo. Gerakan para ibu dari berbagai kelas sosial yang lahir tahun 1976 itu menuntut kepastian atas nasib anak-anak mereka yang dihilangkan pada masa pemerintahan diktator militer pimpinan Jenderal Jorge Rafael Videla di Argentina. Sama juga dengan gerakan ”Kamisan” yang dilakukan oleh para keluarga korban Tragedi Mei 1998 di Indonesia.

Gerakan di Benghazi itu berkembang, tak hanya menuntut keadilan atas tragedi Abu Salim, tetapi juga keadilan yang lebih luas: keadilan dalam berpolitik juga dalam menikmati buah kemakmuran dari minyak. Dan ujung-ujungnya, menuntut turunnya rezim yang dianggap sudah terlalu lama berkuasa.

Demonstrasi di Benghazi dimulai relatif teroganisasi—diatur oleh jaringan keluarga korban. Akan tetapi, setelah meluas ke kota-kota lain menjadi gerakan spontan berbagai lapisan masyarakat dan tidak terorganisasi. Tidak setertib, misalnya, yang terjadi di Tunisia atau Mesir, atau bahkan di Benghazi sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com