MOSKWA, KOMPAS.com — Para diplomat penting Rusia dan Jepang akan berunding, Jumat (11/2/2011), di tengah-tengah perang kata-kata menyangkut sengketa Kepulauan Kuril yang diklaim tentara Sovyet pada akhir Perang Dunia II. Pertemuan tertutup antara Menteri Luar Negeri Jepang Seiji Maehara dan sejawatnya dari Rusia, Sergei Lavrov, diumumkan Desember lalu di tengah-tengah harapan kedua negara dapat menyelesaikan sengketa kepulauan Kuril itu.
Sengketa puluhan tahun itu menghambat penandatanganan perjanjian perdamaian resmi dan menyebabkan investasi-investasi Jepang minimum di Timur Jauh Rusia yang terbelakang itu. Tetapi, Kuril kembali menjadi sorotan bulan ini ketika Menteri Pertahanan Rusia mengunjungi daerah itu setelah pernyataan Presiden Dmitry Medvedev untuk memperkuat kehadiran Rusia di kepulauan Pasifik itu.
Medvedev kembali mengundang perdebatan November dengan melakukan kunjungan yang tidak pernah dilakukannya ke satu daerah yang hanya dihuni 19.000 orang dan tidak memiliki industri penting selain penangkapan ikan. Lawatan itu sebagai bagian penting dari usaha Medvedev untuk memperkuat citra menjelang Pemilu 2012 dan kunjungannya disusul dengan serangkaian lawatan serupa oleh para pejabat senior regional dan ekonomi.
Medvedev, Rabu, menanggapi satu pesan keras dari Perdana Menteri Jepang dengan menyebut pulau-pulau itu adalah satu wilayah strategis Rusia yang akan segera menjadi tempat sejumlah senjatanya yang paling canggih. "Senjata-senjata tambahan yang akan dikirim ke sana harus sukup dan modern untuk menjamin keamanan pulau-pulau yang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Federasi Rusia ini," kata Medvedev.
Menteri luar negeri Jepang meremehkan komentar-komentar itu sebagai menyimpang. "Tanpa menghiraukan berapa banyak para pejabat senior (Rusia) mengunjungi daerah itu dan siapa yang pergi, dan apakah meningkatkan atau mengurangi kehadiran militernya, nilai hukum (klaim Rusia) tidak berubah," kata Maehara.
"Tekad kami tetap teguh," imbuhnya.
"Sikap seperti itu tidak akan banyak membantu meredakan ketegangan dan tidak ada yang mengharapkan adanya kemajuan dari kunjungan ini," kata Valery Kistanov, yang memimpin Institut Jepang di Akademi Sains Rusia kepada surat kabar Nezaviisimaya Gazeta, Jumat.
"Kunjungan itu masih dapat dianggap penting bagi dimulainya kembali dialog dalam satu jalan yang normal, jalan diskusi dan menghentikan ketegangan psikologi antara kedua negara kami," katanya yang dikutip surat kabar itu.
Kedua pihak menggunakan pertemuan-pertemuan terdahulu mengabaikan sengketa itu dan memusatkan perhatian pada hubungan perdagangan di wilayah Pasifik itu.
Jepang berkeinginan untuk menjamin pasokan gas alam baru dan memainkan satu peran lebih luas dalam proyek-proyek energi di pulau Sakhalin Rusia.
Medvedev mengusulkan Kuril dijadikan satu zona perdagangan bebas yang akan menarik investasi-investasi Jepang dengan syarat-syarat menguntungkan kedua pihak. Tetapi Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan, gagasan itu tidak berarti apa-apa untuk menyelesaikan sengketa-sengketa itu dan para diplomat Moskwa menghadiri pertemuan Jumat itu akan menyembunyikan kekecewaan mereka terhadap Tokyo.
"Pertama dan terakhir kami mengharapkan para rekan Jepang mengubah secara fundamentil sikap mereka terhadap Rusia," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Alexander Lukashevich.