Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mubarak Terlena Begitu Lama

Kompas.com - 07/02/2011, 05:42 WIB

KAIRO, KOMPAS.com — Kesalahan inti Presiden Mesir Hosni Mubarak adalah begitu lama terlena dengan kekuasaan. Hal ini ditambah dukungan konstan dari sekutu utama, Amerika Serikat, yang membuat Mubarak alpa memakmurkan warga. Yang lebih parah, Mubarak berniat mewariskan kekuasaan kepada putranya.

Gamal Mubarak, putra Hosni Mubarak yang dipersiapkan sebagai pengganti, kini turut jatuh dari kehormatan. Semua itu menjadi akar keruntuhan pamor Mubarak. Proses politik di Mesir akhir-akhir ini memperjelas arah ke pembentukan dinasti politik Mubarak.

Di dalam negeri, Mubarak dikenal sebagai pemimpin yang reaktif terhadap kritik. Ia dengan mudah menangkapi para pengkritik. Hal itu diperburuk ketimpangan pendapatan selama 30 tahun pemerintahan Mubarak.

Mohamed A El-Erian, pemimpin utama Pimco, perusahaan investasi global, adalah putra seorang diplomat Mesir dan masih memegang paspor Mesir. Ia mengatakan, kesenjangan antara si kaya dan si miskin relatif tinggi. Ini menjadi keprihatinan lama warga Mesir. "Ada pertumbuhan ekonomi, tetapi hasilnya tidak menetes ke bawah," katanya di New York, Amerika Serikat (AS), Minggu (6/2/2011).

Dari Minsk, pakar politik Belarus, Dr Vitali Silitski, yang mempelajari sejarah pemerintahan otoriter dunia, memetakan kisah yang menimpa Mubarak. Menurut dia, berbagai tindakan represi di dalam negeri turut melemahkan dukungan internasional. Tindakan represif yang sudah terjadi lama di Mesir ditambah niat memperkuat kroni membuat dukungan internasional kepada Mubarak melemah.

Diktator pasti gentar

AS, yang dipimpin Partai Demokrat, memiliki tradisi soal penegakan demokrasi di seantero dunia. Momentum bagi Mubarak sangat tidak tepat dengan kekuasaan AS sekarang yang berada di bawah Presiden AS Barack Obama dari Partai Demokrat.

Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy juga senada dengan Obama yang meminta transisi di Mesir harus terjadi.

Kejadian di Mesir diingatkan agar menjadi perhatian para diktator atau pemimpin yang tidak mendengarkan aspirasi rakyat. ”Jika saya Hu Jintao (Presiden China), saya akan gugup sekarang ini,” kata Aryeh Neier, Presiden Open Society. ”Jika Anda seorang diktator, hal yang paling menakutkan dari kejadian di Mesir adalah pemberontakan warga yang begitu mendadak,” ujarnya.

Dari Kairo, Mesir, diberitakan bahwa tekanan kepada Mubarak tak kunjung sirna. Alun-alun Tahrir yang terletak di jantung kota Kairo sudah menjadi mimbar pengungkapan perasaan anti atau kebencian terhadap pemerintahan Mubarak.

Massa antipemerintahan Mubarak, Minggu siang, terus berduyun-duyun menuju Alun-alun Tahrir. Sekelompok warga Mesir yang berasal dari Provinsi Qalyubiyah (sekitar 40 kilometer arah utara Kairo) sudah empat hari berada di Alun-alun Tahrir. ”Saya bersama anak saya dan teman-teman sudah empat hari berada di sini. Saya tidak akan pulang sebelum tuntutan rakyat terpenuhi,” kata Adnan (41) di kemahnya di Alun-alun Tahrir. Ia menyampaikan tuntutannya, yaitu Mubarak harus mundur, pemberantasan korupsi, dan penegakan keadilan sosial.

Adnan, yang mengaku mempunyai enam anak, juga menyampaikan kesulitan menghidupi keluarganya. Ia menegaskan, harus ada perubahan untuk bisa memperbaiki nasibnya.

Cara mundur

Mubarak sudah menyatakan tak akan mencalonkan diri pada pemilihan umum (pemilu) September mendatang. Hal ini didukung oleh seorang mantan Duta Besar AS untuk Mesir, Frank Wisner, yang baru saja bertemu Mubarak.

Wisner menyatakan, Mubarak, sebagai seorang sahabat, harus bertahan hingga September demi menjaga stabilitas politik Mesir. Namun, pernyataan Wisner ini bukan merupakan pendapat Gedung Putih, sebagaimana diutarakan seorang pejabat AS.

Rakyat Mesir juga menginginkan pengunduran diri Mubarak segera. Mereka berpendapat, menunggu Mubarak turun hingga September hanya akan membuat dia memiliki kesempatan untuk menyutradarai perubahan kepemimpinan yang tidak aspiratif.

Pemerintah Mesir yang kini dikontrol oleh tiga elite lingkaran Mubarak, yaitu Wakil Presiden Omar Sulaiman, Perdana Menteri Ahmed Shafiq, dan Menteri Pertahanan Sayyid Hussein Tantawi, menghadapi situasi dilematis. Mereka tidak ingin menumbangkan Mubarak saat ini dan di sisi lain tidak menghendaki penggunaan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa di Alun-alun Tahrir.

Karena itu, elite penguasa dan kubu oposisi saat ini tengah mencari jalan tengah untuk keluar dari krisis di Mesir itu. Dalam upaya mencari jalan tengah, Omar Sulaiman, Minggu, menggelar dialog secara luas dengan partai dan kekuatan politik oposisi. Mereka memikirkan cara mundur terbaik bagi Mubarak agar tak kehilangan muka.

Apa pun cara yang ditempuh Mesir soal transisi pergantian kekuasaan, kekuatan Mubarak harus segera berakhir.

Hal ini menimbulkan pertanyaan soal siapa pengganti Mubarak. Nama-nama yang disebut antara lain mantan Direktur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Mohamed ElBaradei yang kini memimpin Lembaga Nasional untuk Perubahan.

Tokoh Mesir lain yang disebut-sebut adalah Amr Mousa, mantan Menteri Luar Negeri Mesir dan kini masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Liga Arab. Mousa telah mendatangi para pengunjuk rasa di Alun-alun Tahrir. Ia mengklaim sejumlah pengunjuk rasa mendukungnya untuk menjabat sebagai presiden Mesir. Ia juga menegaskan, dirinya bersedia memikul peran apa pun di Mesir pasca-Mubarak.

Tokoh lain adalah Wakil Presiden Omar Sulaiman yang dianggap berpengalaman. Dalam beberapa tahun terakhir, dia dipercaya menangani isu-isu luar negeri penting, seperti isu Palestina, Sudan, dan hubungan Israel-Mesir.

Calon lain pengganti Mubarak adalah pemimpin Partai Al Ghad, Ayman Nour. Ayman Nour sudah bertarung dengan Mubarak pada Pemilu Presiden 2005. Ia menduduki posisi kedua setelah Mubarak.

Siapa pun yang menggantikan Mubarak, ia harus seorang tokoh yang bisa menjaga status quo Mesir di Timur Tengah dan menjaga stabilitas kawasan.

Presiden Israel Shimon Peres menegaskan tidak ingin Mesir yang berubah dan menjadi sarang bagi ekstremis.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga menegaskan, status Mesir harus dipertahankan sebagai negara yang memiliki pengaruh geopolitis kuat di kawasan. Ini terkait dengan lokasi Terusan Suez sebagai lalu lintas perdagangan internasional dan pilar setia perdamaian Timur Tengah. Ini tak boleh terganggu. (REUTERS/DOT/MON/ DHF/MTH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com