Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudan yang Suram di Mata Sang Penyanyi

Kompas.com - 10/01/2011, 15:39 WIB

Musikus yang disayang oleh seluruh Sudan dan mantan orang buangan Mohammed Wardi, yang berasal dari Nubian di bagian utara negeri itu dan telah menyanyikan persatuan selama beberapa dasawarsa, menyatakan ia akan sedih melihat negerinya, yang tercinta, terpecah.

"Buat aku sebagai penyanyi yang melantunkan persatuan selama 24 tahun, apa yang terjadi sangat berat ... Aku sedih, dan aku berharap sekalipun Sudan selatan memilih pemisahan diri, suatu hari wilayah itu akan bersatu lagi dengan (Sudan) utara," kata Mohammed Wardi kepada wartawan AFP, Simon Martelli.

Musikus yang berusia 81 tahun tersebut, yang memulai karir menyanyinya di ibu kota Sudan, Khartoum, tepat setelah kemerdekaan pada 1956, beberapa kali hadir pada kesempatan luar biasa ketika ia masih tampil.

Di satu konser di Khartoum pada Malam Tahun Baru, gedung pertunjukan dipenuhi lebih dari 1.000 warga Sudan, tua dan muda, yang menantikan sepanjang malam untuk mendengar penyanyi favorit mereka.

Mohammed Wardi akhirnya muncul pada pukul 01:00 waktu setempat dan dibawa ke panggung, sehingga mengirim kegembiraan di kalangan penonton. Mereka mulai bergoyang dan bertepuk tangan mengikuti suara dan irama musik band pengiring Wardi.

"Setiap orang menyukai Mohammed Wardi. Bukan hanya di Sudan tapi di seluruh Afrika," kata Mai, yang menghadiri konser itu bersama suami dan dua putrinya --yang masih kecil.

"Ia menyanyi tentang banyak hal. Ia menyanyi mengenai Sudan, mengenai politik. ... Ia sejak dulu selalu ingin negeri ini bersatu. Ia adalah musikus yang paling dicintai di Sudan," katanya.

Mohammed Wardi lebih dari sekedar musikus. Ia juga adalah tokoh politik di negara asalnya, dan kegiatannya telah membuat dia menghadapi masalah pada masa lalu, termasuk mendekam di penjara pada awal 1970-an.

Ia adalah pendukung kuat bekas gerakan pemberontak Sudan Selatan, Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA), yang sekarang memerintah Sudan selatan, ketika gerakan itu dipimpin oleh John Garang.

Salva Kiir, pemimpin baru SPLM, telah berkampanye bagi pemisahan diri, sehingga menghancurkan kampanye lama John Garang bagi Sudan baru yang federal dan demokratis.

Mohammed Wardi tampil di kamp SPLM pada awal 1990-an, sebelum hidup di pengasingan selama 13 tahun.

Ia kembali pada 2005, tahun John Garang menandatangani kesepakatan perdamaian di kota Naivasha, Kenya, yang mengakhiri konflik yang memporak-porandakan selama 22 tahun, dengan pemerintah Khartoum.

John Garang tewas dalam satu kecelakaan helikopter tak lama setelah kesepakatan perdamaian itu dan pemimpin baru SPLM tak merahasiakan dukungan bagi kemerdekaan Sudan Selatan.

"Kesepakatan Naivasha memberi harapan besar kepada rakyat yang berada di luar Sudan saat itu. Kami pulang untuk menyokong persatuan semua wilayah Sudan ... Itu adalah pilihanku untuk pulang, tapi jika sesuatu memaksa aku untuk pergi lagi, maka aku akan pergi," kata Mohammed Wardi.

Ahmed (24), yang menghadiri konser tersebut bersama pamannya, mengatakan ia pertama kali mendengar Mohammed Wardi menyanyi ketika ia baru berusia tujuh tahun, dan melihat dia secara langsung ketika ia berumur 12 tahun.

Ia menyatakan sebagian seruan Mohammed Wardi kepada rakyat Sudan adalah kenyataan bahwa ia bukan penutur asli bahasa Arab, cerminan keragaman etnik dan budaya negeri itu, yang berlimpah.

"Ketika ia datang ke Khartoum, ia berusaha merekam musiknya dalam bahasa Nubian. Tapi kemudian ia mulai menyanyi dalam bahasa Arab, dan ia membuktikan dirinya di hadapan legenda musik Sudan," katanya.

Mohammed Wardi mengatakan masalah yang dihadapi semua artis dan musikus di Sudan utara hari ini kembali ke era 1983, ketika presiden saat itu Gaafar Nimeiri memberlakukan Hukum Syari’ah, atau Hukum Islam, dalam tindakan yang menghidupkan lagi permusuhan dengan wilayah selatan, yang kebanyakan warganya beragama Kristen.

Presiden Omar Al-Bashir telah berulangkali mengancam akan memberlakukan lagi Hukum Syari’ah di wilayah utara seandainya rakyat Sudan selatan memberi suara bagi kemerdekaan, sebagaimana diperkirakan banyak kalangan.

Kalau saja ia menulis lagu sekarang, Mohammed Wardi mengatakan ia akan menyanyi tentang "kenyataan" kehidupan di Sudan.

"Aku mau mengatakan Politik Islam tak dapat menyelesaikan masalah Sudan. Aku akan menyanyi tentang kemiskinan dan penyakit," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com