Yuni Ikawati
Cuaca ekstrem terburuk yang melanda Australia dalam sebulan terakhir ini memang mencengangkan. Hujan salju pada pertengahan Desember lalu muncul saat Benua Kanguru ini normalnya mengalami musim panas. Pasalnya, saat itu posisi Matahari sedang berada di selatan garis Khatulistiwa.
Hujan lebat di Australia merupakan dampak dari menghangatnya suhu permukaan laut sekitar benua ini, yaitu di barat dan utara (Samudra Hindia) serta timur (Samudra Pasifik Selatan).
”Anomali cuaca yang menimbulkan curah hujan yang ekstrem ini terburuk dalam 50 tahun terakhir,” ucap R Dwi Susanto, pakar iklim dari Lamont Doherty Earth Observatory of Columbia University, New York, Amerika Serikat.
Hujan lebat di Australia terjadi akibat munculnya suhu muka laut yang hangat di Samudra Pasifik disebut fenomena La Nina dan di timur Samudra Hindia dinamai Dipole Mode Negatif. Karena itu, hal yang sama juga dialami Indonesia, yang berada di antara dua samudra itu. Dari
Berdasarkan hasil analisis dari Pusat Riset Iklim di Columbia University, New York, 94 persen probabilitas La Nina akan berlanjut hingga Maret 2011. ”Selama anomali cuaca terjadi, wilayah Jawa dan Kalimantan yang terutama yang akan mengalami
Menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia dan Australia menimbulkan zona konvergensi di kawasan Queensland, hingga terbentuk siklon tropis di Teluk Karpentaria. Bibit badai ini mulai tampak dua minggu sebelum mencapai pusaran terbesar. ”Diameternya sekitar 6.000 kilometer, terbentang dari barat hingga selatan Australia. Kondisi inilah yang menimbulkan hujan lebat di Queensland,” papar Edvin Aldrian, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. ”Siklon tropis bergerak dari timur hingga meluruh di barat Australia,” ucapnya.
Gangguan cuaca ini jelas telah memberikan dampak negatif bagi daerah di selatan Indonesia, terutama Pulau Jawa. Salah satunya adalah curah hujan yang mencapai 167 milimeter di Cilacap. Padahal, curah hujan dikatakan normal jika air hujan yang tertampung di tabung penakar mencapai tinggi 50 milimeter dalam sehari.
Ancaman hujan lebat akibat badai di utara Australia ini berpeluang terjadi lagi hingga Februari 2011. Selama suhu laut menghangat, akan terbentuk pusat tekanan rendah hingga menjadi badai di wilayah itu. Potensi imbasnya terhadap Indonesia, yaitu angin kencang dan hujan lebat, makin besar karena ekor badai cenderung memanjang akibat pemanasan global.
Masuknya massa air laut yang hangat dari Samudra Pasifik ke wilayah Indonesia melalui perairan di Maluku dan Sulawesi telah menimbulkan dampak negatif bagi biota laut, ”Terutama ikan, terumbu karang, dan rumput laut,” kata Nani Hendiarti, Kepala Bidang Teknologi Sistem Pemodelan Sumberdaya Alam BPPT.
Nani yang menamatkan S-3 bidang penginderaan jauh (Inderaja) kelautan di Universitas Rostock Jerman pernah menerapkan teknik Inderaja guna mengetahui distribusi fitoplankton di Selat Sunda saat terjadi La Nina.
Saat suhu laut mendingin, arus laut berinteraksi dengan udara di atmosfer memunculkan proses
Kondisi sebaliknya terjadi ketika La Nina dan Dipole Mode Negatif.
Hangatnya suhu muka laut juga mengakibatkan tak terbentuknya
Saat La Nina memang tidak menguntungkan dari aspek perikanan karena para nelayan pun tidak dapat melaut akibat kondisi gelombang laut yang tinggi dan berangin kencang.
Kenaikan suhu air laut menyebabkan tumbuhnya bibit penyakit
Matinya terumbu karang juga terjadi di pesisir saat La Nina. Terumbu karang akan memutih atau disebut
Soal kejadian penyimpangan cuaca, baik Edvin maupun Nani berkeyakinan hal itu merupakan dampak pemanasan global atau perubahan iklim. ”Periode La