Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Baru Wisata Pascabencana

Kompas.com - 29/12/2010, 22:06 WIB

KOMPAS.com - "Tujuan wisata kedua setelah Bali". Julukan manis yang melekat pada Yogyakarta itu belumlah secantik kenyataan. Mengacu pada publikasi Badan Pusat Statistik, tahun 2009, DIY menempati peringkat keenam daerah tujuan wisata di Indonesia berdasarkan jumlah wisatawan asing dan domestik yang menginap.

Wisatawan domestik paling banyak memakai jasa akomodasi di Jawa Barat, sedangkan Bali menjadi sasaran terbanyak tempat menginap wisatawan asing. Kondisi demikian setidaknya mencerminkan Jabar lebih mampu mencitrakan diri sebagai tempat yang menarik wisatawan untuk singgah lebih lama.

Kalangan pelancong asing menjadikan Bali sebagai tempat paling diburu untuk tujuan bermalam. Stigma kawasan melancong yang menarik, bahkan menggoda wisatawan bermalam, belum melekat pada wajah pariwisata DIY.

Citra tempat wisata yang berujung pada minat wisatawan untuk singgah lebih lama tak lepas dari kondisi obyek yang dijual dan kemasan obyek wisata. Dalam konteks ini, DIY memiliki kemampuan yang tak kalah dibanding Jabar dan Bali.

Kekuatan itu di antaranya ada pada Gunung Merapi yang berada di utara DIY. Daya tarik gunung api yang baru mengalami erupsi besar November lalu menjadi wisata alam yang tak bisa dipandang sebelah mata.

Tahun lalu, 42 persen wisatawan berkunjung ke kaki Merapi di Sleman. Dari sekitar 3,5 juta wisatawan yang berkunjung ke Sleman, 37 persen di antaranya (1,3 juta wisatawan) tercatat mengunjungi Kaliurang dan berbagai obyek keindahan alam di lereng Merapi. Kaliurang dan berbagai obyek di lereng Merapi itu berada di urutan ketiga lokasi wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan setelah Candi Prambanan dan Pantai Parangtritis.

Wajah lereng Merapi dan sebagian Kaliurang yang rusak akibat erupsi justru semakin menarik minat orang untuk berkunjung. Pascaerupsi Merapi 2006, kawasan Kaliadem yang sebagian hancur terimbas aktivitas Merapi semakin banyak dikunjungi wisatawan. Tahun berikutnya, kunjungan wisatawan ke Kaliadem tercatat 44.594 orang, lalu meningkat menjadi 62.490 orang (2008), dan tahun lalu Kaliadem tercatat dikunjungi 211.555 orang.

Tahun ini, ribuan orang berbondong-bondong mengunjungi lokasi bekas erupsi Merapi di Dusun Bronggang, Ngancar, Glagah Malang, Kepuh, dan Kinahrejo di Kecamatan Cangkringan, Sleman, yang sebelumnya merupakan tempat tinggal juru kunci Merapi Mbah Maridjan.

Kemasan

Tempat yang sebenarnya menyisakan tak lebih dari hamparan lautan pasir, bongkahan batu, puing bangunan, serta jejak vegetasi terbakar justru menjadi pemandangan menarik. Namun, daya tarik saja tak cukup ”memaksa” wisatawan tinggal lebih lama. Saat Merapi erupsi 2006, lama tinggal wisatawan asing dan domestik di hotel berbintang rata-rata 2,3 hari dan 1,7 hari. Tiga tahun sesudahnya, waktu bermalam wisatawan asing dan domestik di hotel berbintang rata-rata hanya 2 hari dan 1,6 hari.

Waktu bermalam wisatawan yang kian singkat tak lepas dari kelemahan mengemas obyek wisata. Ketika obyek wisata dijual sebatas ”obyek telanjang”, produk yang dikonsumsi wisatawan hanya terhenti pada pemahaman indera mereka. Mengutip Oka A Yoeti dalam bukunya, ”Ekonomi Pariwisata” (2008), negara berkembang cenderung menjadikan cahaya matahari (sunshine), laut (sea), pantai (shore), dan pasir (sand) atau ”empat S” sebagai cara mudah menjual wisata.

Padahal, eksploitasi alam akan lebih bernilai jika dibarengi sentuhan lain seperti kisah, mitos, dan sejarah obyek bersangkutan. Beragam suvenir juga bisa menjadi pelengkap identifikasi atas obyek wisata tersebut. Kendati sederhana, kemasan semacam itu bisa menarik wisatawan untuk berlama-lama menikmati satu obyek dan akhirnya menginap. Detail kemasan itu idealnya bisa menjadi wajah baru wisata lereng Merapi, yang tak lagi melulu menjual hawa dingin dan jejak keganasan erupsi. (Bima Baskara/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com