Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Hati "Menjual" Masa Lalu

Kompas.com - 17/12/2010, 09:06 WIB

Selain itu, bangunan museum juga antik. Di bagian depan museum tertulis angka tahun 1873, merujuk pada tahun pendirian stasiun yang dahulu bernama Willem I Ambarawa. Adapun bangunan stasiun yang kini masih eksis merupakan hasil renovasi tahun 1907. Bangunan pertama diperkirakan masih terdiri dari material kayu dan bambu.

Luar biasa

Kisah di balik museum yang dulunya stasiun, maupun 22 lokomotif, bahkan Subdepo Traksi Ambarawa luar biasa. Sastrawan Remy Sylado dalam cerita bersambungnya yang akhirnya dibukukan, Namaku Mata Hari, mengisahkan mata-mata akhir abad ke-19, sekaligus penari eksotik. Mata Hari pernah tinggal di sekitar Stasiun Willem I Ambarawa, dan ia menaikinya saat menuju Semarang.

Novel itu boleh saja fiksi, tapi Mata Hari yang bernama asli Margaretha Geertruida Zelle memang pernah tinggal di Ambarawa. Situs Encyclopedia.com menyebut Mata Hari tinggal beberapa tahun di Ambarawa mengikuti suaminya, seorang perwira Hindia Belanda berkebangsaan Skotlandia. Kehidupan Mata Hari berakhir tragis. Ia ditembak mati di Perancis atas tuduhan pengkhianatan pada 1917.

”Terlepas Mata Hari pernah naik kereta api di sana atau tidak, cerita itu bisa diangkat. Misalnya, foto Mata Hari dipasang di Museum KA Ambarawa. Orang-orang asing (yang tahu kisah itu) tentu tertarik,” tutur Tjahjono Rahardjo, anggota Indonesia Railway Preservation Society (IRPS) Semarang.

Bagi Tjahjono, jika didalami, ada begitu banyak kisah di sekitar koleksi Museum KA Ambarawa. Setiap loko koleksi itu bica bercerita banyak, ketimbang saat ini hanya diberi data teknis yang tidak bertutur. Sebagai contoh, lokomotif C 2821 buatan Henschel and Senncaddel 1921 yang tipenya serupa dengan lokomotif C 2849.

Loko itu dahulu digunakan membawa Dwitunggal Soekarno dan Hatta dari Jakarta menuju Yogyakarta saat pemindahan ibu kota ke Yogyakarta akibat agresi militer Belanda. Atau CC 5029 yang dikenal sebagai ”Ratu Gunung” karena khusus melayani rute berat di Priangan, Jawa Barat.

Tidak hanya itu. Nomor-nomor kereta pun bisa jadi kisah unik. Misalnya tulisan C-27 berlingkaran putih di badan kereta CR-63-I buatan tahun 1906, yang digunakan untuk perjalanan loko B 2502, memiliki arti jika mengangkut tentara hanya memuat 27 orang. Maklum, Ambarawa ketika itu menjadi salah satu basis militer kolonialis.

Ada juga kereta AR-I-III yang hanya digunakan orang-orang penting zaman Belanda, misalnya pejabat kolonialis atau anggota kerajaan. Kereta itu masih ada di Subdepo Traksi Ambarawa, sekitar 200 meter dari Museum KA Ambarawa. Aktivitas di subdepo itu juga bisa jadi kisah unik bagi pengunjung.

Belum diangkat

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com