Nusa Dua, Kompas -
”Kita akan dengar secara langsung dari Presiden Korsel tentang keprihatinan negaranya, termasuk peran apa yang bisa dilakukan Indonesia,” kata Marty di Nusa Dua, Selasa (7/12).
Marty menyatakan, pascaserangan dua pekan lalu, Indonesia telah berbicara dengan sejumlah pihak, antara lain Menteri Luar Negeri Korsel, Menlu China, dan Duta Besar Korea Utara, mengenai kasus dan sikap mereka atas kasus itu. Ditegaskan, Indonesia mempunyai hubungan bersahabat dengan semua pihak terkait konflik di Semenanjung Korea. Maka dari itu, Pemerintah RI merasa punya cukup kemampuan untuk saling mengomunikasikan keprihatinan tiap-tiap pihak.
Ditegaskan, sikap Indonesia itu akan diambil tanpa mengabaikan fakta bahwa telah jatuh korban di kalangan sipil sehingga yang bertanggung jawab harus tetap memikul tanggung jawab. Sebab, Indonesia menentang penggunaan kekuatan maupun kekerasan yang melanggar prinsip-prinsip piagam PBB.
Seruan China untuk menghidupkan kembali Pembicaraan Enam Pihak, menurut Marty, belum menemui kata sepakat karena ada pihak yang merasa waktunya belum tepat. Saat ini yang dibutuhkan adalah pembicaraan yang sifatnya sangat informal, setahap demi setahap.
”Yang paling minimalis adalah menciptakan stabilitas di kawasan itu. Jangan sampai siklusnya makin memburuk,” kata Marty.
Ia optimistis demokrasi yang memiliki prinsip dialog, saling menghormati, akan mampu menyelesaikan masalah pelik, seperti konflik antara Korea Selatan dan Korea Utara.