Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Dua Presiden di Pantai Gading

Kompas.com - 06/12/2010, 02:53 WIB

Abidjan, Minggu - Komisi Pemilu Pantai Gading pekan lalu menyatakan kandidat oposisi Alassane Ouattara sebagai pemenang. Presiden Laurent Gbagbo menolak dan menyatakan diri sebagai presiden. Dewan Konstitusional yang dikuasai Gbagbo menganulir pengumuman komisi.

Uni Afrika (UA) mengutus mantan Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki ke Pantai Gading dan tiba di Abidjan, Minggu (5/12). Dia akan menengahi pertikaian soal hasil pemilu, yang bertujuan mengakhiri konflik terparah dalam satu dekade terakhir di negara berpenduduk 21,6 juta jiwa itu. Namun, pemilu justru memperburuk keadaan.

Presiden Laurent Gbagbo dan saingannya, Alassane Ouattara, sama-sama mengklaim sebagai presiden yang sah.

Gbagbo, presiden sebelumnya, kembali dilantik sebagai presiden. Sekutu-sekutu Gbagbo mengalungkan rantai simbol jabatan presiden di lehernya pada sebuah upacara hari Sabtu lalu.

Ouattara, seorang mantan perdana menteri, juga melantik dirinya sebagai presiden. Dia mengatakan akan memulai menyelenggarakan sebuah pemerintahan.

Dewan Konstitusional memegang kata akhir mengenai hasil pemilu. Dewan yang dipimpin oleh seorang sekutu Gbagbo membatalkan ratusan ribu suara untuk Ouattara.

Alasan Dewan, ada intimidasi terhadap pendukung Gbagbo dan kecurangan pemilu yang dilakukan tentara pemberontak yang menguasai wilayah utara, daerah konstituen oposisi yang umumnya berpenduduk Muslim. Dewan kemudian menyatakan Gbagbo sebagai pemenang.

Pantai Gading terpecah secara etnis dan agama sejak merdeka dari Perancis pada 7 Agustus 1960. Gbagbo memiliki konstituen di wilayah selatan.

Menolak seruan dunia

Komunitas internasional meminta Gbagbo menyerahkan kekuasaan. PBB mengakui Ouattara sebagai pemenang. Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mendukung kemenangan Ouattara.

Uni Eropa dan lembaga internasional lain juga mengakui Ouattara sebagai presiden baru Pantai Gading. UA juga mengakui hasil dari Komisi Pemilu yang independen itu.

Gbagbo menepis seruan dunia. Hal ini meningkatkan kekhawatiran soal potensi maraknya kembali kekerasan di negara itu. Sedikitnya sudah 17 orang tewas sejak pemilu. Pada tahun 2007 negara ini sudah mencapai kesepakatan damai antara pemerintah dan pemberontak.

”UA memercayakan pada Mbeki sebuah misi darurat untuk mencari solusi damai dan sah atas krisis itu,” demikian pernyataan UA, Sabtu.

Gbagbo menolak dan mengatakan agar pihak luar tidak ikut campur.

Perdana Menteri Guillaume Soro, pemimpin gerakan Kekuatan Baru yang menguasai kawasan utara, mengajukan pengunduran diri sebagai PM pada Ouattara. Namun, Ouattara menunjuknya kembali sebagai PM di hadapan para wartawan.

Gbagbo telah menguasai negara penghasil kakao utama dunia itu selama satu dekade terakhir. Kini dia menghadapi isolasi dan kemungkinan sanksi internasional.

PBB telah mengambil langkah yang berani dengan menyatakan Ouattara pemenang dan menolak mengakui Gbagbo. Dana Moneter Internasional menyatakan pada hari Jumat lalu tidak akan mengakui Gbagbo sebagai presiden kecuali bila PBB mengakuinya.

Pernyataan IMF ini bisa merunyamkan harapan untuk keringanan utang 3 miliar dollar AS. Pelantikan Gbagbo diboikot para diplomat kecuali dari Angola dan Lebanon. (AFP/Reuters/AP/DI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com