Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Perlawanan Gaza

Kompas.com - 05/12/2010, 03:52 WIB

Myrna Ratna

Anak-anak di pengungsian Jabalia, Gaza Utara, itu berlarian mendekat. Ada yang berteriak, ada yang tertawa-tawa. Lalu melintaslah gadis kecil itu. Ia digandeng oleh kakaknya. Matanya menatap tajam.

Tatapan itu tak bisa dilupakan Ismar Patrizki, pewarta foto Antara, yang menggelar pameran tunggal fotografi bertajuk ”Gaza Perkasa” di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, 29 November-10 Desember.

”Sorot matanya sangat menggetarkan. Bening, tajam. Sulit dilupakan. Ada semangat di situ. Saya sangat tersentuh,” kata Ismar yang menamai foto itu ”Generasi Penerus”.

Lebih dari 20 panel foto merekam situasi terkini di Jalur Gaza, Palestina. Gambar-gambar itu ditampilkan dengan teknik digital photo print yang dicetak di atas aluminium composite 3 milimeter. Dengan pencahayaan yang pas, gambar-gambar itu seakan ”hidup”, bak layar datar televisi. Pemilihan media aluminium ini bukan tanpa alasan. Menurut kurator Oscar Motuloh, media aluminium pas untuk menonjolkan unsur ”keperkasaan” dan ”keberanian”.

Kesan pertama yang tertangkap adalah Gaza yang senyap, bagai kota yang ditinggalkan penduduknya. Tanah-tanah lapang kecoklatan yang gersang dengan latar belakang gedung-gedung permukiman yang dipenuhi lubang peluru. Pantai biru yang sepi dan gubuk-gubuk kosong. Hanya kibaran bendera kecil Palestina di atas sebuah tonggak menandai ada ”kehidupan” di situ. Ke mana gerangan warga Gaza? 

”Kesan itu memang saya tangkap ketika memasuki kota ini. Lengang. Namun, sebetulnya kehidupan tetap berjalan. Pasar, toko-toko, dan juga kantor tetap buka,” kata Ismar.

Perjalanan itu berlangsung pada bulan Juli 2010 ketika ia meliput kegiatan kemanusiaan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) di Jalur Gaza. BSMI bukan saja mengantarkan bantuan obat-obatan, melainkan juga membawa sejumlah dokter Palestina ke Indonesia untuk menerima beasiswa belajar ilmu kedokteran di sejumlah perguruan tinggi di sini.

Medan yang dihadapi Ismar memang medan yang bergejolak. Bom bisa meledak kapan saja. Situasi itu pula yang membuat pergerakannya tidak leluasa. Bukan saja ia harus mengikuti aturan protokoler, tetapi juga tidak bisa bebas memotret.

Sebagian besar foto yang dipajang di ruang pamer itu diambil dari dalam mobil yang sedang berjalan. Tengoklah gambar tentara berseragam yang sedang berjalan beriringan dengan memegang senjata. ”Foto ini diambil dari dalam mobil. Cukup menegangkan. Saya memotret diam-diam,” kata Ismar.

Pada gambar aslinya, tentara-tentara Hamas itu tertangkap kamera lengkap seluruh badan. Untuk alasan keamanan, Ismar kemudian memotong bagian kepalanya. Hasilnya justru lebih dramatik. Sepatu lars, senjata yang terkokang, seragam loreng.... Simbol yang terang tentang aura kekerasan.

Semangat hidup

Di sebuah siang, aura perayaan memenuhi udara Gaza. Beberapa pesta pernikahan berlangsung serentak di hari itu. Seorang gadis cilik dengan pita putih di rambutnya keluar dari kerumunan dan berlari pulang menuju rumah. Gaun putih selututnya melambai di saat ia meraih gagang pintu. Mungkin itu gaun terbaik yang dimilikinya. Kontras dengan warna bilah pintu yang kusam dan tembok yang penuh coretan.

Kejadian ini ”membeku” dalam jepretan kamera. Sebuah gambar yang puitik. Entah apa yang menanti di balik pintu itu. Gadis cilik ini bagai bunga yang baru mekar di tengah padang tandus.

Ismar kemudian menunjuk pada gambar yang juga menyiratkan keriangan. Tiga remaja putri melintas di depan tembok yang penuh coretan bernada perjuangan. Mereka mengenakan jins, T-shirt dan sepatu kets. Tipikal remaja. Seandainya saja tembok yang mereka lintasi diabaikan, foto ini bisa berada di kota besar mana pun di dunia. Sesuai dengan judulnya ”Fashion dan Pesan Revolusi”, inilah wajah Gaza yang jarang terungkap di media massa.

Tengok juga kumpulan anak lelaki yang mengelilingi sebuah kolam ikan. Salah satu di antaranya mengenakan kaus bertuliskan ”Messi” lengkap dengan nomor punggung ”10”. Betul, sepak bola menyatukan dunia. Perang tak akan mampu mematahkan kecintaan pada sang idola.

Dengan segala keterbatasannya, Ismar telah merekam sepotong wajah Gaza yang jarang kita lihat. Ada duka di sana, tetapi juga semangat perlawanan. Itu terpantul tak cuma lewat senjata, kepalan tangan, kibaran bendera; tapi juga senyum yang merekah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com