Novel yang baru diterbitkan dalam bahasa Indonesia itu dibahas penulisnya bersama
”Revolusi dan runtuhnya Tembok Berlin berawal di sebuah kota. Akan tetapi, berbeda dengan revolusi di Indonesia pada 1998, revolusi di Jerman tanpa kekerasan,” tutur Martin, penulis dan penyair kelahiran Greifswald, wilayah di sekitar Laut Baltik.
Rabet, menurut Martin, bukan hanya cerita sejarah, tetapi juga bisa disebut novel percintaan. Sebagian isinya, di bagian historis, adalah nonfiksi, sedangkan sebagian lainnya, di kisah percintaan, adalah fiksi.
Karakter utama dalam novel ini adalah Benjamin Grasmanm yang baru lulus sekolah dan ingin menjadi bintang musik rock. Karena berasal dari kota kecil yang tidak terkenal, Elblingen, dia pindah ke Leipzig. Kota Leipzig menjadi latar novel ketika revolusi dimulai maupun ketika Benjamin bertemu seorang gadis idamannya, pemain saksofon bernama Gesa.
Mencintai perempuan
Bedah novel ini diselingi pembacaan bagian prolog yang bercerita tentang sosok Benjamin Grassman. Martin membaca novel dalam bahasa aslinya, sedangkan Sosiawan Leak membacakan bagian novel yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Novel Rabet, Runtuhnya Jerman Timur diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sufriati Tanjung, pengajar Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
Penerjemahan suatu karya sastra, menurut Guru Besar FBS Unesa Prof Budi Darma, menguntungkan karena membuat orang lain yang tidak mengenal bahasa asli pengarang bisa ikut membaca. Di sisi lain, terjemahan bisa mengecewakan jika penerjemah salah memahami teks maupun konteks ide.
Karena itu, menurut penerjemah Paulina Susetyo, tantangan penerjemah adalah memaknai dan menuliskan kembali suatu naskah sesuai dengan kebudayaan serta istilah yang tepat.
Dalam proses menuliskan kembali, kata penulis yang berdomisili di Sidoarjo, Lan Fang, terjadi proses kreatif yang dinamis. ”Ada pendapat, menjadi penerjemah ibarat perempuan cantik yang tidak setia karena tidak sekadar menerjemahkan, tetapi juga membuat sesuatu yang baru,” kata Lan Fang.