Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penyatuan Jerman

Kompas.com - 01/12/2010, 04:19 WIB

Surabaya, Kompas - Tanggal 3 Oktober 1990 sangat istimewa bagi warga Jerman. Menjelang penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur, runtuhnya Tembok Berlin menjadi penanda keinginan rakyat untuk bersatu. Kehidupan di Jerman Timur pada 1989 itu kuat melatari novel Rabet, Runtuhnya Jerman Timur karya penulis kelahiran Jerman, Martin Jankowski.

Novel yang baru diterbitkan dalam bahasa Indonesia itu dibahas penulisnya bersama Dorothe Rosa Herliani, penulis asal Magelang, Jawa Tengah, di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Selasa (30/11). Novel berjudul asli Rabet, oder Das Verschwinden einer Himmelsrichtung Roman ini diterbitkan pada 1999, tepat 10 tahun setelah revolusi yang meruntuhkan Tembok Berlin.

”Revolusi dan runtuhnya Tembok Berlin berawal di sebuah kota. Akan tetapi, berbeda dengan revolusi di Indonesia pada 1998, revolusi di Jerman tanpa kekerasan,” tutur Martin, penulis dan penyair kelahiran Greifswald, wilayah di sekitar Laut Baltik.

Rabet, menurut Martin, bukan hanya cerita sejarah, tetapi juga bisa disebut novel percintaan. Sebagian isinya, di bagian historis, adalah nonfiksi, sedangkan sebagian lainnya, di kisah percintaan, adalah fiksi.

Karakter utama dalam novel ini adalah Benjamin Grasmanm yang baru lulus sekolah dan ingin menjadi bintang musik rock. Karena berasal dari kota kecil yang tidak terkenal, Elblingen, dia pindah ke Leipzig. Kota Leipzig menjadi latar novel ketika revolusi dimulai maupun ketika Benjamin bertemu seorang gadis idamannya, pemain saksofon bernama Gesa.

Mencintai perempuan yang merupakan bagian dari pergerakan politik bawah tanah di Republik Demokratik Jerman jelas berbahaya. Namun, lama-kelamaan Grasmann juga hanyut dalam gerakan politik itu.

Bedah novel ini diselingi pembacaan bagian prolog yang bercerita tentang sosok Benjamin Grassman. Martin membaca novel dalam bahasa aslinya, sedangkan Sosiawan Leak membacakan bagian novel yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Meluaskan pembaca

Novel Rabet, Runtuhnya Jerman Timur diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sufriati Tanjung, pengajar Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Penerjemahan suatu karya sastra, menurut Guru Besar FBS Unesa Prof Budi Darma, menguntungkan karena membuat orang lain yang tidak mengenal bahasa asli pengarang bisa ikut membaca. Di sisi lain, terjemahan bisa mengecewakan jika penerjemah salah memahami teks maupun konteks ide.

Karena itu, menurut penerjemah Paulina Susetyo, tantangan penerjemah adalah memaknai dan menuliskan kembali suatu naskah sesuai dengan kebudayaan serta istilah yang tepat.

Dalam proses menuliskan kembali, kata penulis yang berdomisili di Sidoarjo, Lan Fang, terjadi proses kreatif yang dinamis. ”Ada pendapat, menjadi penerjemah ibarat perempuan cantik yang tidak setia karena tidak sekadar menerjemahkan, tetapi juga membuat sesuatu yang baru,” kata Lan Fang. (INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com