Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PARIWISATA

Wow... Nikmatnya Melayang di Puncak

Kompas.com - 28/11/2010, 08:35 WIB

KOMPAS.com — Akhir pekan kemarin, saya beserta teman-teman mencoba wisata paralayang di Kawasan Puncak, Bogor. Tak disangka-sangka, ternyata ada spot tersembunyi untuk ber-paralayang dan ber-gantole di Kawasan Puncak, dekat Masjid At-Ta'awun! Padahal selama saya kuliah di Bandung awal tahun 2000-an, saya sering melewati spot ini, tetapi tidak pernah menyadari kalau terdapat Bukit Paralayang di daerah sana.

Kami amat beruntung karena tandem master kami hari itu adalah Opa David—yang terkenal sebagai Opa Paralayang Indonesia—yaitu salah seorang pelopor olahraga paralayang atau paragliding di Indonesia. Dari Opa David, kami diceritakan sekilas mengenai sejarah paralayang Indonesia.

Dulu olahraga ini disebut olahraga terjun gunung karena tujuannya mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk turun gunung. "Tiga hari naik gunung, turunnya cuma perlu setengah jam dengan paralayang," ucap Opa David sambil tertawa.

Kali pertama diresmikan sekitar awal tahun 1990-an oleh Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), olahraga ini akhirnya berhasil menjadi cabang olahraga resmi kedirgantaraan, dengan mengganti nama olahraga "terjun gunung" menjadi "paralayang".

Saya sempat salah mengira bahwa paralayang itu adalah olahraga gantole— yang menggunakan perangkat terbang berbentuk segitiga—tetapi ternyata berbeda. Paralayang adalah olahraga yang menggunakan parasut dan biasanya dilakukan di bukit gunung sebagai landasan pacu. Ia agak serupa dengan parasailing yang menggunakan boat. Bedanya, paralayang ini hanya menggunakan kaki.

Kami janjian bertemu dengan Opa David pada pukul 09.00 di Bukit Paralayang, Kawasan Puncak, Bogor. Patokannya kalau dari Jakarta, setelah Masjid At-Ta'awun, melewati sebuah tikungan, ada jalan masuk di sebelah kiri, maka di situlah letak area masuk ke Bukit Paralayang. Beberapa kali kami melihat penanda di jalan menuju Bukit Paralayang, bertuliskan "Paralayang/Gantole, ... km."

Akhirnya kami tiba di Bukit Paralayang sekitar pukul 08.30. Opa David menyambut kami dengan sumringah. Ia menjelaskan bahwa kita harus menunggu angin dulu sebelum melayang, apalagi saat itu masih berkabut. Olahraga paralayang memang olahraga yang sangat tergantung cuaca, kecepatan angin, dan sebagainya. Oleh karena itu, olahraga ini hanya bisa dilakukan pada musim kemarau (Maret-Oktober).

Sambil menunggu waktu yang tepat, kami menghabiskan waktu dengan sarapan dahulu di warung-warung kecil yang terdapat di sana.

Saat itu, Opa David sering kali disapa oleh para atlet paralayang yang mampir, salah satunya wanita yang berceletuk, "Wah, kalian mau nyoba paralayang? Enggak usah. Bahaya!"

Namun, ia kemudian tertawa sambil melanjutkan kalimatnya, "Bahaya, nanti ketagihan!" Ucapan itu langsung disambut dengan tawa oleh kami semua yang berada di sana.

Melayang di Bukit Paralayang

Untungnya tidak memerlukan waktu lama dalam mendapatkan waktu yang bagus untuk melayang. Di Bukit Paralayang telah disediakan perangkat paralayang untuk para peserta tandem, berupa parasut, helm, dan flight suit. Flight suit ini juga berfungsi sebagai tempat duduk saat melayang di udara. Bentuknya praktis dan aman sehingga kami bisa memotret pemandangan dari atas.

Sebelum terbang, kami dipersilakan untuk mengisi semacam formulir yang menyatakan bahwa kami siap menerima segala konsekuensi dengan ikutnya kami sebagai penumpang tandem. Maklum, olahraga ini termasuk olahraga yang cukup berbahaya apabila tidak didampingi oleh orang yang telah berpengalaman.

Saya mengamati bahwa diperlukan sekitar 3-8 orang untuk membantu mempersiapkan parasut dan menuntun paraglider untuk lepas landas. Parasut selebar sekitar 10 meter itu dibentangkan di landasan pacu dan dipegangi oleh beberapa kru. Kemudian setelah ada aba-aba siap, saya dan Opa David berjalan sambil sedikit berlari menuju langit luas di depan saya.

Dan whoosh... parasut terbentang, dan kami berdua telah melayang di udara! Melayang di udara dengan embusan udara dingin benar-benar menyegarkan! (Herajeng Gustiayu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com