Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan di Haiti Meluas

Kompas.com - 20/11/2010, 02:34 WIB

Port-Au-Prince, Jumat - Kemarahan warga akibat ganasnya wabah kolera di Haiti telah memicu persoalan baru, yakni kekerasan dan perusakan. Aksi massa yang semula terjadi di Cap-Haitien dan Hinche pada hari Kamis (18/11) telah meluas ke beberapa tempat di Port-au-Prince, ibu kota negara.

Aksi kekerasan dan perusakan menghambat upaya petugas kesehatan dan relawan untuk memerangi wabah kolera itu sendiri. Hingga Jumat sudah lebih dari 1.100 orang tewas dan 18.000 orang dirawat akibat kolera. Penderita umumnya korban gempa dahsyat 12 Januari lalu yang menewaskan 250.000 orang.

Kematian terus meningkat sejak kasus kolera pertama kali ditemukan pada 22 Oktober 2010 di Haiti utara. Kolera tidak pernah ditemukan dalam kurun 100 tahun sebelumnya sekalipun sanitasi buruk dan warga sulit air. Kolera telah memperburuk kondisi Haiti yang belum pulih dari kerusakan akibat gempa.

Serang pasukan PBB

Warga yang frustrasi akibat ganasnya wabah kolera pun marah dan menyerang tentara PBB yang dikira pembawa kolera. Berdiri di balik kepulan asap tebal dari tumpukan ban menyala, hari Kamis, massa di Port-au-Prince berteriak, ”Kami tolak Minustah dan kolera.” Warga juga mengacungkan tulisan ”Minustah dan kolera sama”.

Minustah adalah kependekan dari Mission des Nations Unies pour la Stabilisation en Haïti, sebuah misi perdamaian PBB di Haiti. ”Tidak hanya mereka (pasukan penjaga perdamaian PBB) harus pergi, tetapi korban kolera juga harus dibayar (atas penderitaannya),” seru Josue Meriliez, seorang pendemo.

Sekelompok massa lainnya pun menyerang pasukan penjaga perdamaian PBB (Minustah). Mereka menghadang mobil petugas, menutup jalan dengan cara membakar ban dan merobohkan tiang listrik. Kaca jendela mobil PBB dan kelompok bantuan kemanusiaan dirusak.

Polisi Haiti menembakkan gas air mata ke arah massa di pusat plaza Champ de Mars. Massa juga melempar batu pada iring-iringan kendaraan yang baru keluar dari istana. Petugas membalasnya dengan tembakan peringatan untuk membersihkan jalan. Tidak diketahui pasti apakah Presiden Rene Preval berada di dalam iring-iringan itu.

”PBB datang ke sini untuk membunuh kami, untuk meracuni kami,” teriak Alexis Clerius (40), seorang petani, di alun-alun utama Champ de Mars.

Aksi kekerasan menjalar ke Port-au-Prince untuk pertama kalinya sejak hari Kamis setelah tiga hari pergolakan di utara negara itu, yakni di Cap-Haitien dan Hinche. Warga di sini menuding tentara Nepal sebagai penyebar kolera. Diisukan, jamban di kamp milik tentara Nepal bocor mencemari Sungai Artibonite yang menjadi sumber air warga. Apalagi kolera telah mewabah di Nepal sebelum tentaranya ke Haiti.

Unjuk rasa disertai aksi kekerasan di Cap-Haitien dan Hinche juga menyebabkan tiga orang tewas dan belasan orang lainnya terluka. Gudang Program Pangan Dunia PBB dibakar dan dijarah. PBB terpaksa membatalkan penerbangan tiga metrik ton sabun dan personel ke Cap-Haitien.

PBB memiliki 12.000 tentara multinasional di Haiti. Mereka menolak tudingan bahwa biang kolera berasal dari tentara. Pejabat PBB mengatakan, kekerasan didorong oleh kekuatan politik yang ingin bermain di air keruh untuk mengacaukan pemilu nasional yang dijadwalkan diadakan pada 28 November ini.

Sekalipun demikian, Badan Kesehatan PBB terus bekerja untuk menekan wabah kolera. Kolera adalah penyakit infeksi saluran usus akut yang disebabkan bakteri Vibrio cholerae yang diduga dari tinja manusia. Bakteri masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi tinja.(AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com