Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Politik Irak Mereda

Kompas.com - 12/11/2010, 03:20 WIB

Berita gembira akhirnya berembus dari Baghdad. Kekuatan-kekuatan politik utama di Irak, Kamis (11/11) dini hari, mencapai transaksi politik yang mengakhiri krisis pembentukan pemerintah baru selama delapan bulan terakhir ini di negara itu.

Kekuatan-kekuatan politik utama di Irak itu sepakat atas jabatan strategis dalam pemerintahan baru mendatang. Jabatan perdana menteri (PM) tetap dipegang ketua Koalisi Negara Hukum Nouri al-Maliki, jabatan presiden tetap dipangku Jalal Talabani dari Koalisi Kurdistan, dan ketua koalisi daftar Irak (Iraqiyah) Iyad Allawi akan memangku jabatan ketua dewan nasional kebijakan strategis dengan otoritas yang luas. Ketua parlemen dipegang koalisi daftar Irak yang figur pejabatnya akan ditentukan dalam forum sidang parlemen Kamis malam.

Transaksi politik itu sesungguhnya adalah refleksi dari main mata Amerika Serikat dan Iran di Irak.

AS-Iran yang notabene adalah musuh bebuyutan karena isu program nuklir, Israel-Palestina dan Lebanon, ternyata tidak mencegah mereka mencapai kesepahaman politik di Irak.

Sebelumnya, AS-Iran juga main mata di Afganistan dalam aksi menumbangkan rezim Taliban tahun 2001. Taliban adalah musuh bersama AS-Iran dengan faktor yang berbeda. AS melihat Taliban adalah ancaman karena melindungi Tanzim Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden. Adapun Iran memandang Taliban yang menganut mazhab Sunni sebagai musuh karena menindas kaum minoritas Hazara yang menganut mazhab Syiah di Afganistan.

Main mata AS-Iran itu kemudian berlanjut di Irak ketika dua negara tersebut memiliki kepentingan yang sama dalam aksi menumbangkan rezim Saddam Hussein tahun 2003. AS menganggap Saddam Hussein telah menyimpang dari aturan main bagi terciptanya perimbangan kekuatan di kawasan Teluk kaya minyak dengan menyerang Kuwait tahun 1990 dan dugaan ambisi memiliki senjata pemusnah massal.

Iran juga memandang rezim Saddam Hussein sebagai musuh karena menyerang Iran tahun 1980, hingga Iran-Irak terlibat perang panjang selama delapan tahun, 1980-1988.

Kesepahaman AS-Iran itu terus berlanjut dalam banyak isu di Irak sejak ambruknya rezim Saddam Hussein hingga saat ini. Proses politik di Irak pasca-era Saddam Hussein yang dirancang AS praktis dikendalikan kekuatan-kekuatan politik pro-Iran.

Kebijakan politik pragmatis AS di Irak itu mencapai puncaknya ketika Washington terpaksa juga harus kompromi dengan Iran soal isu pembentukan pemerintah baru di Irak saat ini, yang mengarah para Nouri al-Maliki untuk terpilih kembali sebagai PM Irak mendatang.

Sudah rahasia umum, AS semula cenderung menginginkan Pemimpin Koalisi Iraqiyah Iyad Allawi yang lebih sekuler dan didukung kaum Sunni menjabat PM Irak mendatang.

Adapun Iran lebih cenderung pemimpin Koalisi Negara Hukum yang juga ketua partai agama Dakwah loyalis Iran, Nouri al-Maliki, menjabat kembali PM Irak. Apalagi setelah Nouri al-Maliki didukung penuh kubu Al-Sadr pimpinan Moqtada al-Sadr yang dikenal sangat pro-Iran. Keberpihakan kubu Al-Sadr pada Nouri al-Maliki itu membuat kubu Nasional Irak pimpinan Ammar Hakim terpecah.

Kubu Nasional Irak, yang dalam pemilu legislatif bulan Maret lalu meraih 70 kursi, adalah menghimpun Dewan Tinggi Islam pimpinan Ammar Hakim, kubu al-Sadr, partai Dakwah sayap Ibrahim Jaafari, dan partai Fadilah.

Kubu Al-Sadr merupakan kekuatan politik terbesar dalam tubuh Koalisi Nasional Irak karena meraih 40 dari 70 kursi Koalisi Nasional Irak di parlemen. Karena itu, terpecahnya barisan Koalisi Nasional Irak antara mendukung Nouri al-Maliki (kubu al-Sadr) dan mendukung Iyad Allawi (Dewan Tinggi Islam) merupakan keberhasilan manuver Iran di Irak. Keberpihakan kubu Al-Sadr pada Nouri al-Maliki membuat kekuatan politik Koalisi Nasional Irak tidak bermakna lagi dan mengubah peta kekuatan politik Irak yang mengantarkan Nouri al-Maliki berada di atas angin.

Di tingkat regional pun Suriah yang semula menolak Nouri al-Maliki berbalik mendukungnya. Hal itu memaksa AS, Mesir, dan Arab Saudi, yang dikenal mendukung Iyad Allawi, memilih solusi kompromi dengan menerima Nouri al-Maliki sebagai PM Irak. Itulah puncak kompromi kubu Iran dan AS di Irak. (Musthafa Abd Rahman)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com